PT Banyu Kahuripan Dihukum Bayar Rp282 Miliar Akibat Karhutla di Muba
PALEMBANG - PT Banyu Kahuripan, sebuah perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, dijatuhi sanksi hukum membayar ganti rugi lingkungan sebesar Rp282,8 miliar. Putusan ini dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi pada tahun 2023.
Karhutla 3.365 Hektare di Muba Jadi Dasar Gugatan
Kebakaran lahan hebat melanda area konsesi PT Banyu Kahuripan di Desa Karang Agung, Kecamatan Lalan, Muba, dengan luas mencapai 3.365 hektare. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) mengajukan gugatan sejak Oktober 2024.
Majelis hakim menyatakan bahwa PT Banyu Kahuripan lalai dan bertanggung jawab secara mutlak (strict liability) atas kerusakan ekologis yang ditimbulkan.
BACA JUGA:Terbukti Korupsi, Deliar Marzoeki Divonis 5 Tahun dan Denda Rp250 Juta
BACA JUGA:Lapas Muaradua Siap Terapkan Aturan Baru Pengajuan Grasi, Kini Bisa Online
Majelis Hakim Tegaskan Tanggung Jawab Mutlak Perusahaan
Dalam amar putusannya, majelis hakim memerintahkan PT Banyu Kahuripan membayar Rp282.883.070.085 ke kas negara secara tunai. Dana ini digunakan untuk mengganti kerugian ekologis akibat kebakaran yang mencemari udara, merusak tanah, mengganggu keanekaragaman hayati, serta memperburuk upaya Indonesia mencapai target FOLU Net Sink 2030.
KLHK Apresiasi Putusan: Tak Ada Toleransi untuk Pembakaran Lahan
Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLHK, Irjen Pol. Rizal Irawan, menyambut baik putusan tersebut. Menurutnya, majelis hakim telah menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) secara tegas.
"Ini menjadi sinyal kuat bagi seluruh pelaku usaha, bahwa tidak ada lagi toleransi terhadap pembukaan lahan dengan cara membakar," tegas Rizal.
BACA JUGA:63 Guru dan Siswa di OKU Selatan Ikuti Pelatihan Koding dan AI
BACA JUGA:Dinas KB OKU Selatan Komitmen Terus Tingkatkan Sekolah Lansia
Pendapat Berbeda dari Hakim dan Ahli Lingkungan
Meski putusan telah dijatuhkan, terdapat dissenting opinion dari salah satu anggota majelis hakim. Ia menilai bahwa pemulihan lingkungan tidak seharusnya dibatasi hanya pada lahan gambut, melainkan mencakup seluruh area terdampak kebakaran.
Ahli lingkungan, Prof. Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si., juga menyampaikan bahwa kerusakan akibat kebakaran gambut bersifat irreversible dan tidak bisa sepenuhnya dipulihkan.
Gugatan Awal Lebih dari Rp1 Triliun, Dikabulkan Sebagian
Awalnya, KLHK menggugat PT Banyu Kahuripan dengan tuntutan:
Ganti rugi materiil sebesar Rp355,7 miliar