Ia juga menyampaikan pandangannya tentang bagaimana aspek geoekonomi kini menjadi wajah baru dari geopolitik global, di mana teknologi, rantai pasok, dan transisi energi telah dipolitisasi.
Menjawab tantangan itu, Ibas mengusulkan gagasan "Trinitas Strategis" yang meliputi rantai pasok yang kuat, tata kelola digital yang berdaulat, serta diplomasi industri hijau sebagai jalan menuju keberlanjutan.
BACA JUGA:Korupsi Kredit Sritex: Kejagung Telusuri Aliran Dana Rp692 Miliar
BACA JUGA:Pemkab OKU Selatan Gelar Rskor Penanggulangan Bencana
Dalam sesi diskusi, Ibas juga memunculkan sejumlah pertanyaan penting seperti: “Bisakah kita membangun Dana Ketahanan Bersama untuk merespons krisis ekonomi dan lingkungan?” serta “Apa peran institusi pendidikan seperti Stanford dalam mengembangkan kebijakan ekonomi baru lewat pendekatan uji coba (policy sandbox)?”
Mengakhiri pemaparannya, Ibas mengajak semua pihak untuk tidak terjebak dalam rivalitas, tetapi bersama-sama menjadi arsitek masa depan dunia yang lebih baik.
“Indonesia ingin menjadi bagian dari solusi. Kami mengajak semua mitra internasional untuk tidak sekadar menjadi pesaing, tapi menjadi perancang bersama masa depan dunia yang lebih adil, berkelanjutan, dan berdaulat,” pungkasnya.