Gempuran disinformasi dalam perang 12 hari Iran- Israel

--

 

Apa yang membedakan antara ketiga jenis gangguan informasi tersebut adalah pada niatnya. Misinformasi disebarkan tanpa adanya niatan jahat dan biasanya terjadi karena ketidaktahuan atau kurangnya verifikasi.

 

Sementara, disinformasi sengaja dibuat dengan tujuan untuk menipu atau memanipulasi khalayak. Sedangkan malinformasi disebarkan dengan niat merugikan seseorang, kelompok ataupun informasi.

 

Dalam situasi konflik, disinformasi cenderung paling banyak terjadi. Pasalnya, pihak berkonflik sering kali sengaja menyebarkan informasi palsu untuk melemahkan lawan, menggalang dukungan, atau menciptakan kebingungan.

 

Dalam situasi seperti itu, disinformasi efektif karena dapat dengan cepat memengaruhi persepsi publik dan memperburuk polarisasi.

 

Pakar komunikasi dari Cornell University, Claire Wardle, mengatakan penyebaran disinformasi dalam situasi konflik bertujuan menciptakan ketidakpastian dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat, sehingga melemahkan kohesi sosial.

 

Dalam situasi konflik, perlu adanya kehati-hatian dalam menerima informasi terutama di media sosial. Kemampuan berpikir kritis, pentingnya melakukan verifikasi sebelum membagikan ulang, menjadi benteng utama dalam menangkal disinformasi.

 

Dunia maya memang bukan cerminan realitas, namun dapat menjadi medan pertempuran baru yang juga tak kalah sengitnya. Gelombang disinformasi yang berasal dari video manipulasi hingga narasi buatan kecerdasan imitasi, telah menunjukkan betapa mudahnya memanipulasi opini publik. Oleh karenanya, perlu kehati-hatian dalam menerima setiap informasi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan