PALEMBANG, HARIANOKUSELATAN.ID - Sidang pemeriksaan perkara korupsi proyek pengadaan sootblowing PLTU Bukit Asam yang melibatkan PT PLN UIT Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), terpaksa ditunda oleh majelis hakim Tipikor PN Palembang. Penundaan ini dilakukan karena ketua majelis hakim, Fauzi Isra SH MH, dalam kondisi sakit pada persidangan yang seharusnya digelar pada Rabu, 18 Desember 2024.
Sidang yang seharusnya menghadirkan saksi-saksi dari PT PLN untuk memberi keterangan terkait proyek yang menjerat mantan petinggi PT PLN, ditunda hingga 8 Januari 2025. Hakim ketua pengganti, Kristanto Sahat SH MH, menyampaikan permohonan maaf kepada saksi-saksi yang sudah hadir dan meminta mereka untuk hadir kembali pada jadwal sidang yang baru.
BACA JUGA:Pramono Anung Siap Kolaborasi dengan KIM Plus dan DPRD
BACA JUGA:Pemasukan Kampanye Fitri-Nandri Capai Rp 5,7 Miliar, Tapi Tidak Laporkan Pengeluara
Selain itu, pada sidang tersebut, tim penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mengajukan permohonan agar majelis hakim memperpanjang masa penahanan bagi tiga tersangka yang masa tahanannya akan segera habis. Kristanto Sahat SH MH mengonfirmasi bahwa surat perpanjangan masa penahanan akan segera dibuat untuk ketiga tersangka.
Jaksa KPK RI, Dian Hamisena, setelah sidang yang ditunda, menyatakan bahwa pihaknya menghormati penundaan ini karena faktor kondisi kesehatan hakim ketua. Namun, ia juga menyarankan agar informasi penundaan diberitahukan lebih awal, setidaknya dua hari sebelum jadwal sidang yang telah ditentukan.
BACA JUGA:Korupsi Rp1,3 Triliun, Petinggi PT Waskita Karya dan PT Perentjana Djaya Segera Disidang
BACA JUGA:KPU Palembang Siapkan Langkah Strategis Hadapi Gugatan Pilkada
Dalam kasus ini, ada tiga terdakwa yang terdiri dari Bambang Anggono (General Manager PT PLN UIK Sumbagsel), Budi Widi Asmoro (Manajer Engineering PT PLN UIK Sumbagsel), dan Nehemia Indrajaya (Direktur PT Truba Engineering Indonesia). Mereka didakwa melakukan korupsi terkait markup harga pengadaan peralatan sootblowing untuk PLTU Bukit Asam, yang merugikan negara hingga Rp26,9 miliar dan memperkaya Nehemia Indrajaya sebagai pihak ketiga dalam proyek tersebut.
Ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.