Kasus Kredit Fiktif LPEI, KPK Tahan Bos Bara Jaya Utama

KPK menahan pemilik Bara Jaya Utama, Hendarto dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). -Foto: Ayu Novita.-

IKLAN UMROH

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menambah daftar tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kali ini, giliran pemilik PT Bara Jaya Utama (BJU), Hendarto, yang juga mengendalikan PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS).

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa Hendarto resmi ditahan di Rutan KPK Merah Putih mulai 28 Agustus hingga 16 September 2025 untuk keperluan penyidikan. Ia menjadi tersangka keenam dalam kasus ini setelah sebelumnya KPK menjerat lima orang lain, termasuk dua pejabat LPEI dan tiga petinggi PT Petro Energy.

BACA JUGA:Astra Honda Racing Team Tampil All Out di Mandalika, Targetkan Podium ARRC 2025

BACA JUGA:Ruben Amorim Murka Usai MU Tersingkir di Carabao Cup

Modus Kredit dengan Agunan Bermasalah

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan konstruksi perkara bermula saat Hendarto mengajukan kredit melalui pertemuan dengan pejabat LPEI, yakni Dwi Wahyudi dan Kukuh Wirawan. Dari hasil pembicaraan itu, lahirlah fasilitas Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) senilai Rp115 miliar untuk PT SMJL serta pembiayaan USD 50 juta atau sekitar Rp670 miliar untuk PT MAS.

Namun, permohonan kredit tersebut sejatinya cacat prosedur. Agunan yang digunakan PT SMJL berupa lahan sawit ternyata berada di kawasan hutan lindung dan konservasi yang tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan. Artinya, lahan itu tidak pernah bisa diterbitkan sertifikat hak guna usaha (SHGU). Meski demikian, pejabat LPEI tetap memproses dan menyetujui pencairan dana.

BACA JUGA:Kejari Palembang Periksa 6 Ketua RT, Dalami Dugaan Korupsi Proyek Disperkimtan

BACA JUGA:Plt Kadisperindag PALI Didakwa Korupsi Kegiatan Fiktif, Rugi Negara Rp1,7 Miliar

Dana Dipakai untuk Kepentingan Pribadi

Menurut KPK, dana yang dicairkan tidak sepenuhnya digunakan untuk operasional perusahaan. Dari total pinjaman PT SMJL, hanya sekitar Rp17 miliar atau 3,01 persen yang benar-benar dipakai untuk kebutuhan usaha. Begitu pula dengan PT MAS, dari pinjaman USD 50 juta, hanya sekitar USD 8,2 juta (16,4 persen) yang dipakai sesuai tujuan awal.

“Sebagian besar dana justru dipakai tersangka untuk membeli aset pribadi, kendaraan mewah, kebutuhan keluarga, bahkan digunakan untuk bermain judi,” ungkap Asep.

Selain itu, LPEI juga diketahui melakukan analisis pembiayaan yang dimanipulasi, dengan memasukkan proyeksi keuangan perusahaan grup PT BJU yang sebenarnya tidak realistis, termasuk perusahaan tambang yang belum beroperasi.

BACA JUGA:Sidang Korupsi Disperindag PALI, Kuasa Hukum Brisvo Ajukan Eksepsi

BACA JUGA:YLBH Ganta Sriwijaya Tuntut PLN Bayar Ganti Rugi Korban Kabel Listrik

Kerugian Negara Capai Rp1,7 Triliun

Dari hasil penyidikan, KPK menyatakan bahwa praktik manipulasi kredit ini menimbulkan kerugian negara hingga Rp1,7 triliun. Tim penyidik telah menyita berbagai aset terkait kasus ini senilai sekitar Rp540 miliar, mulai dari uang tunai, tanah, bangunan, kendaraan, perhiasan, hingga barang-barang mewah.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan