JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Program pembangunan tiga juta rumah per tahun yang direncanakan oleh Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengatasi backlog rumah bagi keluarga miskin, menuai kritik dari kalangan ekonom. Program yang ditujukan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi ini diperkirakan akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan biaya yang sangat besar.
Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) 'Veteran' Jakarta, menilai bahwa program ini sangat tidak realistis jika mengandalkan APBN sebagai sumber pembiayaan tunggal, terutama mengingat defisit anggaran yang sudah tinggi. Menurutnya, untuk membangun satu rumah sederhana tipe 36 untuk masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia, diperlukan biaya sekitar Rp 150 juta hingga Rp 200 juta per unit, yang mencakup material konstruksi, biaya tenaga kerja, infrastruktur dasar, dan fasilitas umum.
BACA JUGA:Apple Siap Investasi Rp 1,58 Triliun di Indonesia
BACA JUGA:257 Napi Ditetapkan Pemilih di Pilkada Mendatang
“Jika mengacu pada angka tersebut, untuk membangun 3 juta rumah setiap tahun, total anggaran per tahun bisa mencapai antara Rp 450 triliun hingga Rp 600 triliun. Biaya ini sudah termasuk berbagai variabel dan bisa meningkat tergantung lokasi dan kondisi geografis,” jelas Achmad.
Lebih lanjut, Achmad menambahkan bahwa pembangunan rumah di daerah terpencil atau pesisir akan membutuhkan biaya lebih tinggi karena harus membangun infrastruktur baru seperti jalan, jembatan, dan jaringan listrik. Dengan asumsi bahwa 70 persen dari total rumah yang dibangun dialokasikan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, subsidi yang diperlukan dapat mencapai Rp 63 triliun hingga Rp 105 triliun per tahun.
BACA JUGA:Dispenda Lakukan Pemutakhiran PBB-P2 Empat Kecamatan
BACA JUGA:Bersama Pemkab BPJS Lakukan Rapat Reviu
Selain biaya pembangunan, program ini juga membutuhkan koordinasi lintas kementerian yang kompleks, pengawasan ketat, dan manajemen proyek yang baik. Biaya operasional terkait proyek besar ini diperkirakan akan mencapai 5 hingga 10 persen dari total anggaran, yang setara dengan sekitar Rp 22,5 triliun hingga Rp 60 triliun per tahun.
Secara keseluruhan, program pembangunan tiga juta rumah ini bisa memakan lebih dari 10 hingga 15 persen dari anggaran negara, yang berpotensi mengorbankan prioritas lain seperti sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur umum lainnya.
Achmad menegaskan bahwa meskipun program ini penting, perlu ada pertimbangan matang dan strategi pembiayaan yang lebih beragam agar tidak membebani APBN secara berlebihan.