JAKARTA, HARIAN OKU SELATAN - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil membongkar kasus dugaan penipuan scam online dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan Internasional.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji mengatakan kasus ini bermula dari 189 laporan polisi dengan korban di Indonesia mencapai 823 orang.
Para WNI tersebut menjadi korban sindikat TPPO setelah ditawarkan pekerjaan yang saat itu dioperatori jaringan tersebut.
"Mereka ditawari pekerjaan sebagai pekerja kantor yang berhubungan dengan komputer di luar negeri dengan gaji 3.500 dirham atau sebesar Rp 15 juta per bulan," kata Himawan dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Selasa, 16 Juli 2024.
Setelah satu pekan bekerja, para WNI tersebut melarikan diri karena merasa terancam dan tertipu dengan pekerjaan yang dijanjikan.
Usai melakukan pengembangan, polisi menemukan jika kejahatan ini diotaki oleh pria asal China berinisial SZ dan tiga warga negara Indonesia berinisial NSS, H, dan M.
"Untuk tersangka H ditangkap pada tanggal 28 Juni 2024 di Bandung. Tersangka H berperan sebagai operator penipu atau scamer yang beroperasi di Dubai dan berhasil menipu WNI atas perintah tersangka ZS," kata dia.
"Tersangka M, ditangkap pada 3 Juli di Batam, berperan sebagai pelaku TPPO yang menyalurkan dan memberangkatkan WNI untuk bekerja di Dubai secara ilegal dengan perintah ZS," sambungnya.
Sementara itu, untuk NSS ditangkap pada 30 Agustus 2023. NSS berperan sebagai penerjemah untuk permudah komunikasi cara operasikan scam online.
Adapun NSS sudah divonis 3,5 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Himawan mengatakan, modus lowongan pekerjaan paruh waktu yang ditawarkan melalui beberapa platform media online seperti Telegram dan WhatsApp berisikan link login website soal tugas yang akan dikerjakan.
"Kerja paruh waktu seperti menonton, like, subscribe media sosial dengan syarat harus mendepositkan sejumlah uang," tutur dia.
Sindikat scam jaringan internasional tersebut, lanjut Himawan, tak hanya menargetkan WNI saja.
Namun juga melakukan aksinya di tiga negara antara lain Thailand dengan kerugian sekitar Rp288.300.000.000.
Kemudian di India dengan kerugian sekitar Rp1.077.204.000.000 serta China Rp91.207.000.000.
“Dengan total kerugian secara keseluruhan sekitar Rp1.500.000.000.000," kata jenderal bintang satu itu. (*)