PALEMBANG, HARIAN OKU SELATAN - Pengadilan Negeri (PN) Palembang menolak permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Derita Kurniawati SH, salah satu tersangka dalam kasus Korupsi Penjualan Aset Yayasan Batang Hari Sembilan berupa Asrama Mahasiswa di Jogjakarta.
Hakim tunggal Harun Yulianto SH MH menolak permohonan tersebut dalam sidang putusan hari Kamis, 28 Maret 2024.
Dalam putusannya, Hakim Harun Yulianto SH MH menyatakan menolak permohonan Praperadilan secara keseluruhan dan membebankan biaya perkara kepada pemohon.
Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon dan tim kuasa hukumnya tidak mendasar.
Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari SH MH, menjelaskan bahwa penolakan Praperadilan ini berdasarkan aturan hukum yang berlaku dan tidak adanya bukti yang cukup untuk mendukung dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon.
BACA JUGA:Perangkat Desa Pertanyakan Siltap
BACA JUGA:MTsN 01 Gelar Lomba Tahfidz Qur'an
Dengan ditolaknya Praperadilan ini, proses penyidikan terhadap tersangka Derita Kurniawati akan terus berlanjut hingga penuntutan di Pengadilan Tipikor PN Palembang.
Dalam penyidikan kasus ini, tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel telah menetapkan dan menahan empat tersangka, termasuk dua oknum notaris, Etik Mulyati dari Palembang dan Derita Kurniawati dari Jogjakarta, serta dua tersangka lainnya, Zurike Takarada dan Nesti Wibowo.
Kasus ini berawal dari sengketa tanah dan bangunan asrama di Jogjakarta sejak tahun 2015, yang berujung pada penjualan aset Yayasan secara tidak sah.
BACA JUGA:Kemenag OKU Selatan Tetapkan Besaran Zakat Fitrah
BACA JUGA:Satlantas Gencarkan Tindak Siswa Coretan Kelulusan
Asrama tersebut, awalnya dibangun pada tahun 1952 oleh Yayasan Pendidikan Batanghari Sembilan sebagai tempat singgah bagi mahasiswa asal Sumatera Selatan yang sedang menuntut ilmu di Jogjakarta.
Namun, dugaan pembuatan dokumen dan sertifikat palsu oleh oknum mafia tanah mengakibatkan penjualan aset tersebut dengan kerugian keuangan negara mencapai Rp10 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. (seg)