42 Persen Korban Pinjol Ilegal Adalah Guru
Fenomena Pinjol Ilegal. -Foto: Sumeks.-
PALEMBANG, HARIAN OKU SELATAN - Tingkat literasi keuangan yang masih rendah di masyarakat menjadi salah satu faktor utama yang berkontribusi pada tingginya jumlah korban pinjaman daring (pinjol) ilegal.
Menurut Deputi Direktur Pelaksanaan Edukasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Halimatus Syadiah, meskipun tingkat inklusi keuangan cukup tinggi dengan 85 persen dari 100 orang yang memiliki akses layanan keuangan, namun hanya 49 orang yang memiliki pemahaman yang memadai tentang keuangan.
Berdasarkan data OJK, indeks inklusi keuangan mencapai 85,1 persen, sementara indeks literasi keuangan hanya sebesar 49,68 persen.
Tingginya kesenjangan antara inklusi dan literasi keuangan menjadi tantangan utama, yang pada akhirnya meningkatkan risiko terhadap praktik pinjol ilegal di masyarakat.
Dalam presentasinya, Halimatus mengungkapkan bahwa 42 persen korban pinjol ilegal adalah guru, melebihi korban dari latar belakang profesi lain seperti orang yang terkena PHK (21 persen), ibu rumah tangga (18 persen), karyawan (9 persen), dan pelajar (3 persen).
BACA JUGA:Perbaiki 2 Jalan, Pemkab Muba Kucurkan Rp18,3 Miliar
BACA JUGA:Pembentukan Provinsi Sumselbar Baru Sebatas Wacana
Penyebab utama dari banyaknya guru yang terjebak dalam praktik pinjol ilegal adalah karena penghasilan yang rendah dan kebutuhan yang tinggi.
Selain itu, kurangnya literasi keuangan juga berkontribusi pada keputusan untuk menggunakan layanan pinjol ilegal.
Sebanyak 28 persen dari korban pinjol tersebut mengaku tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk membedakan antara layanan pinjol yang legal dan ilegal.
Oleh karena itu, OJK telah menginisiasi berbagai strategi untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, termasuk melalui penerbitan buku seri literasi keuangan untuk berbagai tingkatan masyarakat.
BACA JUGA:Pemkab OKU Timur Rencanakan Bedah 1.000 Rumah
BACA JUGA:Bikin Resah, Polisi Tangkap Komplotan Begal
Di samping itu, sinergi antara lembaga pemerintah, regulator, industri jasa keuangan, dan pemangku kepentingan lainnya juga diperkuat untuk menciptakan masyarakat yang terliterasi, terinklusi, dan terlindungi di bidang keuangan.
Dalam konteks pendidikan, Najeela Shihab, seorang pendidik dan pendiri Sekolah Cikal, menekankan pentingnya peningkatan literasi keuangan sejak dini melalui pendidikan keluarga dan sekolah.
Menurutnya, kualitas hubungan dalam keluarga berperan penting dalam membentuk literasi keuangan yang baik. (seg)