Aksi Protes dan Unjuk Rasa Masyarakat, Penolakan Kenaikan PPN 12%

Rabu 25 Dec 2024 - 21:18 WIB
Reporter : Desti Kurniawati
Editor : Desti Kurniawati

Harianokuselatan.bacakoran.co, Jakarta – Kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, yang dijadwalkan berlaku pada 1 Januari 2025, semakin menuai protes dari berbagai kalangan.

Unjuk rasa dan petisi yang telah mengumpulkan hampir 200 ribu tanda tangan menjadi bukti kuat penolakan masyarakat terhadap kebijakan tersebut.

Kenaikan PPN ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang mengatur perubahan tarif PPN sebagai salah satu kebijakan utama.

Meskipun pemerintah beralasan bahwa kenaikan PPN ini merupakan mandat dari UU HPP, dorongan untuk membatalkan atau menunda kenaikan tarif PPN terus menguat.

Direktur Hukum Center of Economic and Law Studies (Celios) Mhd Zakiul Fikri mengatakan bahwa pemerintah seharusnya mengevaluasi kembali kebijakan ini, mengingat gelombang penolakan yang semakin besar di masyarakat.

Zakiul menyatakan bahwa opsi yang tertuang dalam Pasal 7 Ayat 3 UU HPP, yang memungkinkan perubahan tarif PPN antara 5% hingga 15%, tidak jelas dan dapat menimbulkan kekacauan hukum (rechtsverwarring).

BACA JUGA:Warga OKU Selatan Sesalkan Buruknya Pelayanan PLN Rayon MuaraduaSelain itu, proses legislasi yang harus melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat memakan waktu lama, sementara tenggat waktu untuk penerapan kebijakan tersebut semakin mendekat.

Menurut Zakiul, opsi terbaik untuk membatalkan kebijakan ini adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Ia menilai bahwa penerbitan Perppu bukanlah hal yang asing dalam politik regulasi Indonesia.

Pada pemerintahan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan beberapa Perppu, salah satunya Perppu No. 1 Tahun 2017 tentang Pengampunan Pajak, yang dianggap kontroversial karena lebih banyak menguntungkan kalangan kaya.

Zakiul berpendapat bahwa Presiden Prabowo Subianto kini memiliki kesempatan untuk mengambil langkah berbeda, dengan menerbitkan Perppu yang membatalkan kenaikan PPN 12% demi kepentingan masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah yang akan terdampak langsung oleh kebijakan ini.

Ia menyarankan agar Presiden Prabowo tidak mengikuti jejak Presiden Jokowi, tetapi memilih untuk berpihak kepada rakyat kecil yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi.

BACA JUGA:Ditinggal Pergi, 1 Rumah di Banding Agung Hangus Kebakaran Hingga Rata dengan Tanah

Tiga alasan utama yang mendasari usulan penerbitan Perppu ini, menurut Zakiul, antara lain: pertama, kenaikan PPN dapat menambah inflasi, mengurangi daya beli masyarakat, memperburuk kondisi UMKM, dan meningkatkan angka pengangguran; kedua, ketentuan dalam Pasal 7 Ayat 1 Bab IV Pasal 4 Angka 2 UU HPP 2021 tidak memadai karena tidak mempertimbangkan keadilan hukum; ketiga, kondisi saat ini mendesak untuk segera diatasi, sementara proses legislasi biasa memakan waktu yang cukup lama.

Sementara itu, eks Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo juga mengusulkan hal serupa. Hadi mendesak agar pemerintah tidak hanya menunda, tetapi membatalkan kenaikan tarif PPN tersebut.

Ia mengusulkan agar tarif PPN kembali ke angka 10%, dengan alasan bahwa kebijakan perpajakan harus melindungi daya beli masyarakat kecil dan mendorong pemerataan ekonomi.

Kategori :