JAKARTA - Baru-baru ini seorang ayah menjual bayinya Rp15 juta karena terjerat judi online.
Fenomena ini menunjukkan judi online semakin meresahkan di kalangan masyarakat.
Menaggapi fenomena maraknya judi online, Ekonom Celios Bhima Yudhistira memaparkan ngerinya judi online.
Salah satunya ialah meningkatnya kriminalitas.
"Hal tersebut karena kecenderungan pelaku judi online untuk mencari berbagai cara mendapatkan uang secara instan termasuk dengan pencurian, perampokan, penjualan narkoba, menjual organ," kata Bhima saat dihubungi Disway pada Minggu 6 Oktober 2024.
Selain itu, kecanduan judi online kata Bhima juga bisa turunkan produktivitas kerja karena konsentrasi terpecah akibat kecanduan bermain judi online.
"Apalagi bentuk aplikasi judi online mirip dengan game online, sehingga terjadi gamifikasi perjudian di era digital," terang Bhima.
"Pelaku judi online banyak juga dari kalangan pelajar, yang harusnya meningkatkan skill malah terjebak pada permainan judi," tambahnya.
Selain itu tambah Bhima, kecanduan judi online bisa menurunkan pendapatan keluarga dalam jangka panjang, karena uang yang harusnya diinvestasikan atau ditabung habis untuk judi online.
Bhima menyebut bahwasanya ada ketertarikan antara judi online dan pinjaman online yang ilegal.
"Pelaku judi biasanya ketika terdesak akan mencari jalan pinjaman dengan akses mudah dan cepat. Ketika utang sudah menumpuk, maka pelaku judi online sudah jatuh tertimpa tangga," imbuh Bhima.
"Judi online bisa memiskinkan pelakunya. Ini jadi masalah negara juga karena beban jaring pengaman sosial akan bengkak dalam jangka panjang," tandasnya.
Indonesia tutur Bhima bisa disebut sebagai negara yang rentan terhadap pencucian uang dan tindak pidana lintas negara karena transaksi judi online Rp600 triliun.
"Artinya ada transaksi yang ilegal keluar masuk indonesia," tandasnya.
Sebelumnya, seorang ayah berinisial RA (36) ditangkap polisi karena tega menjual anak bayinya yang baru berusia 11 bulan kepada orang lain. RA menjual bayi darah dagingnya sendiri dengan harga Rp 15 juta.
Mirisnya lagi, ayah kandung tersebut mengaku menjual anak bayinya karena untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Sementara ibu kandung korban bekerja di Kalimantan. (*)