JAKARTA, HARIAN OKU SELATAN - Kader dan Simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Provinsi DKI Jakarta Jakarta, yang tergabung dalam Front Kader Ka'bah Bersatu (FKKB) meminta Muhammad Mardiono untuk mundur dari posisinya sebagai Ketua Umum PPP.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh mereka karena anggota dewan pertimbangan presiden itu dinilai kurang kompeten dalam mengurus PPP sehingga kondisi partai politik berlogo Ka'bah itu terpuruk dan tidak masuk dalam parlemen.
"Mendesak kepada Mardiono untuk mundur atau meletakkan jabatan Plt. Ketua Umum PPP sebagai wujud tanggungjawab moral atas kegagalan dan buruknya pengelolaan partai di bawah kepemimpinannya," ujar Ketua FKKB, Ichwan Zayadi yang juga merupakan kader dari PPP.
Selain itu, untuk mempertahankan eksistensi PPP, Ichwan Zayadi meminta kepada seluruh kader PPP untuk segera menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) dan membentuk pengurusan PPP yang baru.
"Mendesak kepada DPP PPP untuk segera menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) agar terpilih dan terbentuknya kepengurusan DPP PPP yang definitif agar PPP menjadi lebih baik lagi," kata Ichwan Zayadi.
BACA JUGA:Sukses Juara di China, Veddriq Leonardo Bidik Tiket Olimpiade Paris
"Menyerukan kepada seluruh fungsionaris dan kader PPP di seluruh Indonesia untuk tetap semangat dalam menjaga eksistensi PPP dalam pentas politik ditingkatkan masing-masing," sambungnya.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak permohonan terkait perpindahan suara PPP kepada Partai Garuda.
Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang ketetapan perkara sengketa Pileg 2024 di ruang sidang utama, Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Mei 2024 lalu.
"Menolak eksepsi Termohon berkenaan dengan Kewenangan Mahkamah. Mengabulkan eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait berkenaan dengan Permohonan Perohon kabur," ujar Suhartoyo dalam sidang putusan tersebut.
Adapun dalam pokok permohonannya, MK menyatakan bahwa permohonan pemohon tidak dapat diterima.
Hal itu dikarenakan dalam konklusinya, kata Suhartoyo, tidak menjelaskan secara rinci terkait lokasi kecurangan yang terjadi, sesuai dengan permohonan PPP, pada enam daerah pemilihan (dapil) di Provinsi Jawa Barat.
BACA JUGA:Kemenkes RI Minta Publik Waspadai Covid-19 Varian KP.1 dan KP.2 dari Singapura
"Pemohon hanya memberikan uraian kehilangan suara di Dapil Jawa Barat Ill dan Dapil Jawa Barat V," kata Suhartoyo.
"Sedangkan untuk Dapil Jawa Barat II, Jawa Barat VII, Jawa Barat IX, dan Jawa Barat XI, Pemohon hanya mencantumkan tabel persandingan perolehan suara Pemohon dan Partai Garuda menurut Pemohon dan Termohon tanpa dikuti oleh penyelasan dan uraian yang jelas serta memadai," sambungnya.
Selain itu, tambah Suhartoyo, pihak PPP sebagai Pemohon juga tidak menguraikan secara jelas pada TPS mana saja serta terjadi pada tingkat rekapitulasi mana perpindahan suara Pemohon pada Dapil Jawa Barat V.
"Perohon hanya mencantumkan angka yang diklaim sebagai suara Pemohon yang hilang atau dipindankan tanpa menunjukan ataupun menguraikan data persandingan yang jelas dan memadai sehingga dapat terlihat bagaimana perpindahan suara Pemohon ke Partai Garuda tersebut terjadi," imbuhnya.
Suhartoyo juga mengatakan bahwa tidak ditemukannya pengurangan suara Pemohon ataupun penggelembungan suara Partai Garuda sesuai permohonan yang disampaikan pada permohonan PPP.
"Justru menunjukan terjadi perubahan suara terhadap partai lain yang tidak ada re evansinya dengan Permohonan Pemohon," tandasnya. (dnn)