Hasto Kristiyanto Diduga Atur Suap untuk untuk Loloskan Harun Masiku ke Kursi DPR

Berbagai Cara Dilakukan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto untuk Loloskan Harun Masiku ke Kursi DPR. -Foto: Ayu Novita.-
Berdasarkan hasil rekapitulasi yang diumumkan pada 21 Mei 2019, PDI Perjuangan memperoleh total 145.752 suara untuk Dapil Sumsel 1. Rinciannya sebagai berikut:
Riezky Aprilia: 44.402 suara
Darmadi Djufri: 26.103 suara
Doddy Julianto Siahaan: 19.776 suara
Diah Oktasari: 13.310 suara
Harun Masiku: 5.699 suara
Sri Suharti: 5.699 suara
Irwan Tongari: 4.240 suara
BACA JUGA:Kementrian Komunikasi Dukung Penuh Proses Penegakan Hukum Dugaan Korupsi PDNS
BACA JUGA:Eks Ketua KPK Firli Bahuri Ajukan Preperadilan Kedua
Dengan hasil tersebut, Riezky Aprilia berada di posisi teratas dan berhak mendapatkan kursi DPR RI. Namun, dalam rapat pleno DPP PDI Perjuangan pada 22 Juni 2019, partai memutuskan untuk mengupayakan agar Harun Masiku yang memperoleh suara lebih sedikit bisa menggantikan posisi Riezky.
Menurut Jaksa KPK, Hasto Kristiyanto kemudian menugaskan Donny Tri Istiqomah, anggota tim hukum PDI Perjuangan, untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) serta mencari cara agar Harun Masiku bisa dilantik sebagai anggota DPR RI. Selain itu, Hasto juga meminta Saeful Bahri untuk mengurus peralihan kursi di KPU RI.
Pada Juli 2019, DPP PDI Perjuangan kembali menggelar rapat pleno yang menetapkan bahwa Harun Masiku harus mendapatkan pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas. Berdasarkan keputusan ini, Hasto memerintahkan tim hukumnya untuk mengajukan permohonan resmi ke KPU RI.
Kemudian, pada 31 Agustus 2019, Hasto bersama Donny Tri Istiqomah mendatangi kantor KPU RI dan menemui Komisioner Wahyu Setiawan. Dalam pertemuan tersebut, Hasto meminta agar KPU mengakomodasi permohonan penggantian calon terpilih dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku. Namun, permintaan ini tak kunjung dikabulkan.
Tak berhenti di situ, DPP PDI Perjuangan kemudian meminta fatwa kepada Mahkamah Agung karena terjadi perbedaan tafsir terkait penetapan caleg terpilih. MA akhirnya mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa penetapan caleg terpilih menjadi kewenangan partai politik.