Mengenal Ruwahan: Tradisi Masyarakat Jawa Mendoakan Leluhur Jelang Ramadhan
--
Ruwahan juga menjadi waktu bagi masyarakat Jawa untuk mengekspresikan kesetaraan hak dan tanggung jawab di antara sesama manusia sebagai umat Tuhan. Dalam pelaksanaan tradisi ini, semua kalangan masyarakat ditempatkan pada posisi yang sama, baik sebagai penyelenggara tradisi maupun penyedia persembahan yang diberikan oleh Tuhan.
Prosesi Tradisi Ruwahan
Kegiatan dalam tradisi Ruwahan melibatkan pembersihan makam leluhur sebelum mengadakan nyadran bersama atau ziarah kubur. Biasanya, warga akan membawa kembang setaman dan kemenyan atau setanggi.
Di lingkungan masyarakat pedesaan, pelaksanaan tradisi Ruwahan seperti nyadran biasanya dilakukan di makam atau di rumah orang yang dihormati. Setiap keluarga membawa berbagai jenis makanan ke lokasi nyadran.
Setelah itu, sebuah doa bersama dipimpin oleh seorang sesepuh. Makanan yang dibawa peserta Ruwahan kemudian ditukar-tukar antar keluarga dan disantap bersama di lokasi tersebut.
Makanan dalam Tradisi Ruwahan
Dalam tradisi Ruwahan ada beberapa makanan yang biasa disajikan. Dikutip dari buku Kuliner Yogyakarta Pantas Dikenang Sepanjang Masa, makanan tersebut mencakup nasi ambengan, beragam kue tradisional seperti wajik, jadah, tape ketan, dan ketan kolak apem, serta aneka buah seperti jeruk, jambu, dan pisang.
Di antara berbagai hidangan yang dihadirkan dalam tradisi Ruwahan, ketan kolak apem muncul sebagai sajian yang paling terkenal dan umum digunakan dalam upacara tersebut. Keberhasilan penyajiannya dan pesan moral yang kaya menjadikan ketan kolak apem sebagai pilihan utama.
Simbolisme dari ketan kolak apem terletak pada sebagai ungkapan permintaan maaf tulus atas kesalahan pribadi dan keluarga/leluhur. Hidangan ini juga diartikan sebagai kesungguhan tekad untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan memohon perlindungan-Nya.