Presidential Threshold Dihapus, Partai PolitikTunggu Dampak Pasti di Pemilu 2029
Ilustrasi tulisan Dahlan Iskan terkait sengketa pilkada di MK. -Foto: Ist.-
JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus presidential threshold (PT) memicu beragam reaksi di dunia politik Indonesia.
PKS menganggap keputusan ini sebagai angin segar yang dapat menghindari terbentuknya koalisi besar dan gemuk dalam Pemilu mendatang. PKS berharap penghapusan PT akan membuka peluang bagi partai-partai kecil untuk berkoalisi dan memberikan kontribusi lebih besar dalam pemerintahan.
Namun, Partai Golkar memiliki pandangan yang berbeda. Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono, menyatakan bahwa dampak dari keputusan MK ini masih terlalu dini untuk dievaluasi.
"Banyak yang menyatakan pendapat berbeda-beda mengenai dampak putusan MK ini, tetapi masih terlalu jauh untuk memberikan penilaian yang tepat," katanya dalam wawancara dengan Disway.id pada Minggu 5 Januari 2024.
BACA JUGA:NU, Parmusi, SI, dan Perti Usung Calon Ketum Berbeda
BACA JUGA:Cuaca 06 Januari 2025 Panas dan Berawan dengan Potensi Hujan Ringan Sore Hari
Menurut Dave, setelah DPR kembali bersidang dan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pemilu, baru akan terlihat lebih jelas bagaimana dampak penghapusan PT ini bagi politik Indonesia ke depan.
"Mungkin setelah DPR kembali bersidang dan melakukan revisi terhadap UU Pemilu, baru kita bisa merangkai pandangan mengenai apa yang akan terjadi," jelasnya.
Pada persidangan Kamis, 2 Januari 2025, MK memutuskan untuk menghapus ambang batas (threshold) 20 persen untuk calon presiden (capres).
Putusan ini akan mulai berlaku pada Pilpres 2029. Hakim Ketua MK, Suhartoyo, mengungkapkan bahwa MK mengabulkan permohonan pemohon secara keseluruhan.
BACA JUGA:Pelantikan Bupati OKI dan OKU Timur Ditunda
BACA JUGA:Kembali ke Paddock: Valentino Rossi Siap Dampingi VR46 di MotoGP 2025
Norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur presidential threshold dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Pasal 222 UU Pemilu sebelumnya mengharuskan calon presiden untuk mendapatkan dukungan sekurang-kurangnya 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen suara sah pada Pemilu Anggota DPR sebelumnya.