KMPKP Minta DKPP Pecat Tiga Komisioner KPU RI

Perwakilan Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan (KMPKP), Hadar Nafis Gumay saat di Kantor DKPP, Jakarta Pusat. -Foto: Disway.id/Intan Afrida Rafni.-

JAKARTA, HARIAN OKU SELATAN - Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan (KMPKP) meminta kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk memberikan sanksi pemberhentian tetap kepada tiga Komisioner KPU RI.

Tiga Komisioner KPU RI, yaitu Hasyim Asy'ari, Idham Holik, dan Mochammad Afifuddin.

Permintaan tersebut disampaikan langsung oleh salah satu perwakilan KMPKP, Hadar Nafis Gumay usai melaporkan seluruh anggota KPU ke Kantor DKPP,  Jakarta Pusat, Jumat, 21 Juni 2024.

"Kami menuntut para penyelenggara ini dinyatakan melanggar kode etik, kemudian kedua, tiga orang pimpinan, Ketua KPU Hasyim Asy'ari, pak Idham Holik sebagai Ketua Divisi teknisnya, pak Mochamad Afifuddin sebagai ketua divisi bidang hukumnya untuk dijatuhkan sanksi maksimal, diberhentikan sebagai anggota KPU," ujar Hadar Nafis Gumay di Kantor DKPP,  Jakarta Pusat, Jumat, 21 Juni 2024.

Selain meminta ketiganya diberhentikan, Hadar juga menyebutkan empat nama komisioner lainnya, yaitu Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, Parsadaaan Harahap, dan August Mellaz untuk turut diberikan sanksi berupa peringatan keras.

"Kemudian anggota yang lain diberikan peringatan yang keras," imbuhnya

Lebih lanjut, Hadar pun mengatakan, dengan melaporkan seluruh komisioner KPU RI ke DKPP, maka penyelenggara pemilu selanjutnya bisa lebih baik tanpa adanya hukum yang dilanggar.

BACA JUGA:Tegaskan KPK Fokus Ungkap Kasus Kerugian Negara dari pada OTT

"Kami berharap dan juga meyakini sebetulnya kita bisa punya harapan terhadap penyelenggaraan pemilihan selanjutnya," katanya.

Sebelumnya, Seluruh anggota KPU kembali diadukan oleh KMPKP karena dinilai telah mengabaikan hukum yang sempat diputuskan baik oleh MA, Bawaslu, maupun DKPP.

Adapun putusan-putusan yang dimaksud, yaitu terkait ketentuan keterwakilan perempuan. KPU dinilai tidak memenuhi hal tersebut yang mana seharusnya anggota legislatif perempuan diwakilkan paling sedikit 30 persen.

"Koalisi menganggap seluruh anggota KPU RI Periode 2022-2027 telah melanggar kewajiban hukum dan etika untuk mengakomodir paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan pada daftar bakal calon legislatif di Pemilu DPR dan DPRD tahun 2024," ujar Hadar Nafis Gumay.

"Ketentuan tersebut merupakan perintah eksplisit dari Pasal 245 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum," sambungnya.

Lebih lanjut, Hadar Nafis Gumay juga mengatakan bahwa pengabaian hukum tersebut juga dilakukan secara terang-terangan oleh seluruh anggota KPU.

Hal itu terlihat saat seluruh anggota KPU secara terang-terangan melanggar perintah hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023 dan Putusan Bawaslu Nomor 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023.

Dalam Putusan MA No.24 P/HUM/2023 tegas disebutkan bahwa formula pembulatan ke bawah dalam penentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam daftar calon sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) PKPU No.10 Tahun 2023 adalah bertentangan dengan UU Pemilu dan UU No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW).

Saat itu, KPU diputus harus memedomani UU Pemilu dengan menerapkan ketentuan pembulatan ke atas dalam pencalonan keterwakilan perempuan untuk pemilu DPR dan DPRD.

Begitu pula dengan Putusan Bawaslu No.010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 yang menyatakan bahwa tindakan KPU yang tidak menindaklanjuti Putusan MA No.24 P/HUM/2023 terbukti secara sah dan meyakinkan.

Ini merupakan suatu pelanggaran administratif pemilu serta KPU diminta untuk melakukan perbaikan administratif terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme dalam tahapan pencalonan sesuai dengan Putusan MA No.24 P/HUM/2023.

BACA JUGA:KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Korupsi Jual Beli Gas di PT PGN

"Sampai dengan berakhirnya persidangan perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), KPU tidak menindaklanjuti Putusan MA dan Putusan Bawaslu ataupun melakukan perubahan atas Peraturan KPU tentang Pencalonan sebagai tindak lanjut atas Putusan MA," kata Hadar Nafis Gumay.

Selain itu, KPU juga sempat mendapatkan sanksi etik yang dijatuhkan oleh DKPP kepada Ketua dan seluruh anggota KPU melalui Putusan DKPP No.110-PKE-DKPP/IX/2023. Namun sayanya, putusan tersebut tidak membuahkan perbaikan perilaku serta koreksi etik dari Ketua maupun seluruh Anggota KPU RI.

Sampai pada akhirnya, pada 6 Juni 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan Putusan MK No.125-01-08-29/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS pada daerah pemilihan Gorontalo 6 untuk Pemilu DPRD Provinsi Gorontalo Tahun 2024.

Perintah PSU tersebut dikarenakan KPU dalam persidangan PHPU, dinilai MK telah terbukti secara sengaja mengabaikan Putusan MA No.24 P/HUM/2023, Putusan DKPP, dan Putusan Bawaslu terkait ketentuan keterwakilan perempuan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan