MAKI Laporkan Dugaan Korupsi Sertifikat Palsu di Pesisir Tangerang ke Kejagung

Kamis 30 Jan 2025 - 19:13 WIB
Reporter : Christian Nugroho
Editor : Christian Nugroho

JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) resmi melaporkan dugaan korupsi dalam penerbitan surat Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan pesisir Tangerang ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengungkapkan bahwa pihaknya menduga penerbitan sertifikat tersebut tidak sah dan melanggar hukum.

“Yang terpenting adalah melaporkan secara resmi dugaan korupsi dalam penerbitan sertifikat HGB maupun Hak Milik (HM) di lahan yang sejatinya merupakan kawasan laut di Utara Tangerang,” ujarnya kepada awak media, Kamis (30/01/2025).

Boyamin menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat di wilayah laut seharusnya tidak mungkin terjadi. Ia menduga ada pemalsuan dalam proses penerbitan, yang dapat dijerat dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Pasal tersebut menyebutkan bahwa pegawai negeri yang bertugas dalam administrasi publik dan dengan sengaja memalsukan dokumen dapat dipidana minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun, serta dikenakan denda antara Rp50 juta hingga Rp250 juta,” jelasnya.

BACA JUGA:Modus Baru! Polisi Bongkar Peredaran Obat Terlarang di Toko Kelontong

BACA JUGA:Polres OKU Selatan Terjunkan 97 Personel Amankan Tabligh Akbar

Sertifikat di Atas Laut Diduga Palsu

Boyamin menegaskan bahwa sertifikat yang diterbitkan pada tahun 2023 di atas lahan yang seharusnya merupakan laut tidak memiliki dasar yang kuat.

“Sejak tahun 1970, garis pantai di kawasan tersebut tidak pernah bergeser, berdasarkan kajian ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Artinya, penerbitan sertifikat HGB dan HM di atas laut jelas tidak sah,” terangnya.

Ia menyoroti bahwa jika ada klaim lahan dari tahun 1970-an atau 1980-an, kemungkinan lahan tersebut dulunya berupa empang atau lahan yang telah musnah akibat erosi. Dalam kondisi seperti ini, sertifikat baru seharusnya tidak dapat diterbitkan.

“Terkait jumlahnya, kami memperkirakan minimal ada 50 sertifikat bermasalah, seperti yang sebelumnya pernah dibatalkan oleh Nusron Wahid, atau bahkan bisa mencapai 263 bidang. Nanti biar Kejagung yang melakukan penelitian lebih lanjut,” imbuhnya.

BACA JUGA:Ribuan Warga Ikuti Tabligh Akbar HUT OKU Selatan

BACA JUGA:Kurir Shoope Diduga Terlibat Pengiriman Rokok Ilegal

Bukti dan Saksi Disertakan dalam Laporan

Dalam laporan ke Kejagung, MAKI telah melampirkan sejumlah dokumen dan menghadirkan saksi untuk memperkuat dugaan korupsi ini.

“Laporan kami dilengkapi dengan dokumen, saksi, dan narasi yang menjelaskan kronologi dugaan pelanggaran. Salah satu dokumen yang kami sertakan adalah akta jual beli atas Letter C,” ungkap Boyamin.

Ia menambahkan bahwa dalam aturan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), akta jual beli sebenarnya bisa menjadi dasar sertifikat, tetapi jika lahan tersebut ternyata berada di laut, maka hal itu menjadi tidak sah.

BACA JUGA:Komisioner Bawaslu Pertanyakan Anggaran Sindang Sengekta Pilkada

BACA JUGA:Bupati OKUS Ajak Jaga Persatuan di HUT ke-21

“Dalam proses penerbitan sertifikat, Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya melakukan pengecekan lokasi melalui aplikasi Sentuh Tanahku dan pemetaan geospasial. Jika prosedur ini dijalankan dengan benar, mustahil sertifikat tersebut bisa diterbitkan,” tegasnya.

MAKI menilai kasus ini juga berpotensi melibatkan unsur suap dan gratifikasi, yang bisa dijerat dengan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Tipikor.

“Atas dasar itu, kami melaporkan kasus ini ke Kejagung untuk ditindaklanjuti. Kami berharap aparat penegak hukum dapat mengusut tuntas dugaan korupsi ini demi menjaga integritas administrasi pertanahan,” tutupnya.

 

Kategori :