JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait penjualan aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Laporan yang diterima KPK menyebutkan adanya penyimpangan dalam transaksi ini, yang diduga berpotensi merugikan keuangan negara.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pihaknya melakukan proses verifikasi dan telaah data awal terhadap laporan tersebut. “KPK berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan dari masyarakat, dengan lebih dahulu memastikan bahwa data dan informasi yang disampaikan benar adanya,” ujar Budi pada Selasa, 5 November 2024.
Dalam tahap awal, tim dari Direktorat Penerimaan Layanan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK akan memeriksa apakah kasus ini memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi sesuai kewenangan yang dimiliki KPK. Jika hasil verifikasi menyatakan laporan ini layak, proses akan berlanjut ke tahap penyelidikan. Namun, Budi juga menekankan bahwa tidak semua pengaduan masyarakat berujung pada penindakan; ada pula yang dapat ditindaklanjuti melalui upaya pencegahan.
BACA JUGA:Kementerian Komdigi Ambil Tindakan, Nonaktifkan 11 Pegawai yang Terlibat Judi Online
Pengaduan ini pertama kali disampaikan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kalimantan Timur pada akhir Oktober lalu. Ketua PKC PMII Kaltim, Sainuddin, mengungkapkan bahwa mereka terus berkomunikasi dengan pihak KPK untuk mendorong penyelidikan lebih lanjut. “Kami berharap KPK segera mengambil tindakan atas laporan ini agar aset pemerintah daerah tidak jatuh ke tangan pribadi yang menguntungkan kelompok tertentu,” ucap Sainuddin.
Sainuddin menjelaskan bahwa aset yang dipermasalahkan ini diduga diperjualbelikan oleh seorang pengusaha bernama Sandiana Soemarko melalui perusahaannya, PT Wismamas Citraraya, tanpa persetujuan dari PT Kutai Timur Investama (KTI), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkab Kutai Timur.
Ia juga mengungkapkan bahwa sertifikat tanah tersebut telah diblokir oleh Pemkab sebelum transaksi, namun aset itu tetap berpindah tangan. “Ada dugaan kuat bahwa terdapat pihak-pihak yang membantu membuka blokir sertifikat itu. Bisa saja pihak-pihak ini berada di Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau instansi lain yang memiliki akses,” jelasnya.
BACA JUGA:Kementerian Kebudayaan Upayakan Pemerataan Layar Bioskop ke Seluruh Wilayah Indonesia
BACA JUGA:Pilih Simpan Hasil Panen, Petani Kopi Tunggu Kenaikan Harga
Sebagai bagian dari pendekatan pencegahan, KPK juga sering kali melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap pengelolaan aset di tingkat pemerintah daerah, termasuk melalui program Monitoring Centre for Prevention (MCP). Budi menyebutkan bahwa pengelolaan aset di Kabupaten Kutai Timur memiliki skor MCP sebesar 81 pada tahun 2023, yang menunjukkan perlunya pengawasan lebih lanjut.
Jika terbukti ada pelanggaran dalam jual-beli aset ini, pihak-pihak yang terlibat dapat dijerat dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sainuddin berharap KPK segera memproses kasus ini demi menjaga kepentingan masyarakat dan mencegah kerugian negara lebih lanjut.