Legenda Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat, Jejak Kesaktian di Tepi Danau Ranau

--
LAMPUNG BARAT, HARIANOKUSELATAN - Masyarakat di Lampung Barat, Provinsi Lampung, dan sebagian warga Sumatera Selatan tentu tak asing dengan nama Si Pahit Lidah. Legenda ini telah mengakar dalam budaya lokal, menorehkan jejak mistis yang masih dapat dijumpai hingga hari ini.
Salah satu lokasi yang dipercaya sebagai makam Si Pahit Lidah, atau yang dikenal juga dengan nama Serunting Sakti, terletak di Pekon Suka Banjar, Kecamatan Lumbok Seminung, Lampung Barat, tak jauh dari tepian indah Danau Ranau. Di lokasi ini pula, berdampingan dalam satu bangunan, terdapat makam tokoh legendaris lainnya: Si Mata Empat.
Perjalanan Menuju Makam Legendaris
Dari Kota Liwa, Balik Bukit, makam keduanya berjarak sekitar 37 kilometer, atau dapat ditempuh dalam waktu sekira satu jam dengan kendaraan roda empat atau roda dua. Sedangkan dari Kota Bandar Lampung, pengunjung harus menempuh perjalanan darat sekitar 279 kilometer, yang memakan waktu kurang lebih 6 jam 40 menit.
Akses menuju makam cukup mudah, hanya berjarak beberapa anak tangga dari pinggir jalan raya. Bangunan makamnya sendiri telah dibangun menyerupai rumah, dengan material dominan baja ringan.
Dua Tokoh dalam Satu Legenda
Di bagian kiri bangunan terletak makam Si Pahit Lidah, dengan batu nisan besar dan datar yang dibungkus kain oranye. Di sebelah kanannya, berdiri tegak batu nisan Si Mata Empat, dibungkus kain putih. Di permukaan petilasan Si Pahit Lidah terdapat lubang kecil berukuran sekitar 5 cm dalam dan 10 cm lebar. Di lokasi tersebut juga terdapat makam hulubalang Si Pahit Lidah, serta petilasan yang semuanya tertutup kain putih.
Menurut cerita yang dihimpun dari juru kunci makam, Tahmid, bersama rekannya Buklomi, Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat dulunya saling mengklaim sebagai yang paling sakti. Mereka lalu memutuskan mengadu ilmu di Pekon Suka Banjar. Di lokasi itu tumbuh sebuah pohon enau (aren), tempat keduanya membuktikan kesaktian masing-masing.
Si Mata Empat, pengembara asal India yang konon memiliki empat mata—dua di depan dan dua di belakang kepala—lebih dulu memanjat pohon enau dan selamat karena mampu menghindari bahaya. Namun Si Pahit Lidah tak seberuntung itu. Saat ia memanjat, setandan buah enau jatuh dan menimpanya hingga meninggal dunia.
Si Mata Empat, penasaran dengan kekuatan lidah lawannya, menyentuh lidah Si Pahit Lidah dengan jari, lalu menjilatnya. Ternyata lidah itu benar-benar pahit—hingga membuat Si Mata Empat sendiri meregang nyawa.
Wisata Sejarah dan Budaya
Kedua tokoh ini akhirnya dimakamkan bersebelahan. Lokasi makam yang tak jauh dari Danau Ranau, menjadikannya salah satu destinasi wisata sejarah dan budaya yang menarik. Pengunjung tak hanya dapat merasakan aura mistis dari dua tokoh legendaris ini, namun juga menikmati panorama alam Danau Ranau yang memukau. (dst)