Dugaan Kerugian Negara Rp 371 Miliar, KPK Dalami Kronologi Kasus Rorotan
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika menjelaskan perkembangan kasus terkait dugaan korupsi pengadaan lahan rorotan. -Foto: Ayu Novita.-
JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 371 miliar. Sejumlah saksi telah diperiksa untuk mengungkap kronologi kasus ini.
Pada Kamis, 12 Desember 2024, KPK memeriksa Edi Sumantri, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi DKI Jakarta, dan Ferry Richard Hamonangan, staf Subkelompok Usaha Infrastruktur BPBUMD Provinsi DKI Jakarta. Pemeriksaan ini terkait pengajuan Penyertaan Modal Daerah (PMD) untuk Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tahun 2019–2020.
"Saksi hadir semua. Didalami terkait pengajuan PMD PPSJ dan dokumen-dokumen kajian investasi," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Sabtu, 14 Desember 2024.
BACA JUGA:Hendak Jual Sisa Panen, Petani Kopi Harapkan Harga Kembali Naik
BACA JUGA:Pria di Palembang Kehilangan HP saat Tidur Siang, Pintu Rumah Diduga Jadi Jalur Masuk Pelaku
Sebelumnya, KPK juga memeriksa saksi dari PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory dan beberapa pihak terkait lainnya untuk mendalami dokumen dan kajian bisnis pengadaan tanah di Rorotan.
Lima Tersangka Telah Ditahan
Kasus ini telah menyeret lima tersangka, termasuk Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Cornelis Pinontoan (YCP); Senior Manager Divisi Usaha PPSJ Indra S. Arharrys; Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada Donald Sihombing; Komisaris PT Totalindo Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eko Wardoyo.
Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, para tersangka diduga menerima pembayaran sebesar Rp 371 miliar dari Perumda PPSJ, sementara harga transaksi riil dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate, hanya Rp 147 miliar.
BACA JUGA:Kerja di Hari Libur Nasional, Perusahaan Wajib Bayar Lembur Karyawan
BACA JUGA:Hujan Campur Angin, BPBD OKUS Terus Himbau Warga Waspada Bencana
"Setelah memperhitungkan biaya lain seperti pajak, BPHTB, dan notaris, selisihnya digunakan untuk keuntungan pribadi para tersangka," jelas Asep.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah melalui UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK berharap pemeriksaan saksi-saksi ini dapat mengungkap detail peran setiap pihak dan memperkuat bukti untuk memberantas praktik korupsi dalam pengadaan tanah yang merugikan keuangan negara.