Praktisi Hukum Kritik Polri, Desak Pembasmian Tambang Minyak Ilegal di Sumsel
Kasubnit 2 Subdit 5 Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipiter) Bareskrim Polri, AKP Wawan Purnama, dalam diskusi bertajuk ‘Sengkarut Illegal Drilling dan Illegal Refinery’ di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, Kamis (14/11/2024). -Foto: Ist.-
JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Kejahatan lingkungan berupa penambangan dan pengolahan minyak ilegal (illegal drilling dan illegal refinery) semakin marak di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel). Menanggapi hal ini, Polri menegaskan komitmennya untuk memberantas praktik ilegal tersebut tanpa terkecuali, termasuk jika terungkap adanya keterlibatan oknum kepolisian.
Dalam diskusi bertajuk ‘Sengkarut Illegal Drilling dan Illegal Refinery’ yang berlangsung di Jakarta pada Kamis (14/11/2024), Kasubnit 2 Subdit 5 Dittipiter Bareskrim Polri, AKP Wawan Purnama, mengungkapkan bahwa penindakan terhadap illegal drilling dan illegal refinery merupakan bagian dari upaya Polri untuk memberantas kejahatan lingkungan. Wawan menjelaskan bahwa meskipun penindakan tidak mudah, pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, seperti Kehutanan, Lingkungan Hidup, hingga Pertamina, untuk menyelesaikan masalah ini.
Menurut Wawan, penambangan minyak ilegal di Sumsel semakin marak, baik di bekas sumur maupun sumur baru. Proses penindakan seringkali terkendala karena pelaku seringkali melarikan diri dari lokasi penambangan. Namun, ia menegaskan bahwa Polri tidak akan ragu untuk menindak tegas apabila oknum-oknum kepolisian terlibat dalam praktik ilegal ini.
BACA JUGA:Pengamat Ungkap Cara Atasi Penyalahgunaan Judi Online
BACA JUGA:Polisi Gerebek Kebun Ganja Rumahan di Cengkareng, 40 Pohon Ditanam di 16 Pot
Dalam diskusi yang sama, Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengkritik pendekatan Polri yang lebih mengedepankan paradigma pengendalian daripada pembasmian. Ia menilai bahwa meskipun Polri memiliki informasi lengkap mengenai pemain dan dana dalam bisnis ilegal ini, penindakan tidak dilakukan secara menyeluruh. Uchok percaya bahwa pola penindakan akan tebang pilih karena oknum-oknum penegak hukum juga terlibat dalam bisnis ilegal ini.
Pernyataan Uchok diperkuat oleh analisa dari Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), yang mengungkapkan bahwa bisnis ilegal yang menguntungkan ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk penegak hukum. Ia menilai bahwa bisnis ilegal yang marak ini melibatkan setoran kepada petinggi-petinggi berjenjang, baik di tingkat daerah maupun pusat.
BACA JUGA:Stranas PK: Negara Rugi Rp1,2 Triliun per Bulan Akibat Subsidi Listrik yang Tak Tepat Sasaran
BACA JUGA:Pertumbuhan Kreator Video di Indonesia Tercepat Kedua di Asia Tenggara
Praktisi hukum Edi Hardum menyoroti lemahnya penegakan hukum di sektor tambang, terutama terkait dengan keterlibatan oknum-oknum dari Polri, TNI, dan dinas terkait di pemerintahan. Edi mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk turun langsung menindak oknum-oknum yang terlibat dalam tambang minyak ilegal. Ia juga mendorong pembentukan tim khusus untuk menyelidiki kasus ini, serta menindak jaringan pabrik penadah yang mengolah minyak mentah ilegal menjadi minyak standar Pertamina.
Edi menambahkan bahwa jika praktik tambang ilegal di Sumsel masih terus berlangsung, sebaiknya Kapolda setempat diganti untuk memastikan penegakan hukum yang lebih tegas dan efektif.