Tersangka Korupsi Jual Aset Sumsel di Yogyakarta Jalani Tahap II

Tersangka Korupsi Jual Aset Sumsel di Yogyakarta yang Jalani Tahap II, Oknum Notaris 'Petak Umpet' Disorot Media-foto: IST-

 PALEMBANG, HARIAN OKU SELATAN - Derita Kurniati tersangka kasus dugaan korupsi penjualan aset Yayasan Batang Hari Sembilan berupa asrama mahasiswa di Yogyakarta hanya bisa menutup wajah usai jalani tahap II di gedung Kejati Sumsel, Jumat 31 Mei 2024.

Tersangka Derita Kurniati yang merupakan oknum notaris Yogyakarta ini sempat terkejut karena disorot kamera awak media, saat digiring menuju mobil tahanan Kejati Sumsel.

"Ya ampun gusti," ucap tersangka Derita Kurniati saat disorot kamera awak media sembari langsung menutup wajah.

Pun demikian, saat digiring menuju mobil tahanan tersangka Derita Kurniati menggunakan rompi tahanan dan tangan diborgol berusaha bersembunyi dibalik badan salah satu tim kuasa hukumnya hingga bergegas masuk kedalam mobil tahanan.

Hal senada juga dilakukan oleh tersangka lainnya bernama Nesti Wibowo oknum ASN BPN Yogjakarta yang turut jalani tahap II pelimpahan tersangka dan barang bukti ke penuntut umum.

Kasi Penkum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari SH MH, diwawancarai mengatakan tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel telah rampungkan penyidikan berkas perkara.

"Setelah berkas dinyatakan lengkap, maka hari ini dilakukan tahap II pelimpahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Kejati Sumsel ke penuntut umum Kejari Palembang," ujar Vanny.

Untuk selanjutnya, kata Vanny usai pelimpahan tahap II para tersangka adalah kewenangan penuntut umum untuk kemudian melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan.

Dikatakan Vanny, saat ini kedua tersangka usai jalani tahap II masih tetap dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan untuk diproses hukum pembuktian perkara dipersidangan nantinya.

"Satu tersangka dilakukan penahanan di Lapas Perempuan Kelas II Palembang, sedangkan satu tersangka lainnya dilakukan penahanan di Rutan Kelas I Pakjo Palembang," sebutnya.

Ia menerangkan, dua tersangka yang dilakukan tahap II pada hari ini merupakan pengembangan perkara sebelumnya yang menjerat dua tersangka lainnya yaitu Zurike Takarada dan Eti Mulyati yang terlebih dahulu jalani tahap II.

Ia juga membeberkan modus dari kedua tersangka kali ini yaitu Derita Kurniati selalu notaris Yogyakarta telah membuat perikatan jual beli dengan tersangka Zurike Takarada sebagai kuasa Yayasan Batang Hari Sembilan Sumatera Selatan.

"Sedangkan, peran tersangka Nesti Wibowo adanya keikutsertaan dalam hal transaksi jual beli tentang pengurusan dan penerbitan sertifikat pengalihan hak atas objek," ungkap Vanny.

Oleh karena itu, lanjut Vanny keduanya disangkakan telah melanggar primair Pasal 2 Ayat (1) atau subsidair Pasal 3 Jo pasal 18 Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undangundang Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Penyidikan perkara ini bermula, adanya sengketa tanah dan bangunan asrama terletak di Jalan Puntadewa nomor 9 Wirobrojan Jogjakarta yang telah terjadi sejak tahun 2015.

Sebagaimana dilansir dari akun media sosial @pondok_mesudji, membeberkan sesuai dengan namanya asrama Pondok Mesudji ini telah dibangun pada tahun 1952 silam.

Dibangunnya asrama Pondok Mesudji bertujuan sebagai rumah singgah sementara bagi mahasiswa asal Sumsel yang sedang menuntut ilmu di beberapa universitas di Jogjakarta.

Diketahui juga, sejak pendirian bangunan asrama Pondok Mesudji ini sendiri adalah dibawah naungan Yayasan Pendidikan Batanghari Sembilan.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu tepatnya pada sekira tahun 2015 silam, diduga oknum mafia tanah telah memalsukan dokumen yayasan serta sertifikat.

Hingga pada akhirnya, dugaan pembuatan dokumen dan sertifikat palsu tersebut berujung penjualan aset tanah serta bangunan asrama mahasiswa Sumsel.

Berbagai upaya hukum pun dilakukan, dan terjadi saling klaim antara pihak pengurus Yayasan dengan pihak-pihak lain terhadap status kepemilikan tanah dan bangunan asrama Pondok Mesudji.

Dari akun media sosial tersebut diketahui, selain upaya hukum berbagai cara dilakukan terutama oleh mahasiswa, alumni serta masyarakat Sumsel yang tinggal di Jogjakarta.

Mulai dari seruan aksi unjuk rasa hingga melakukan audiensi kunjungan ke DPRD Provinsi Sumsel.

Adapun tuntutan mereka diantaranya, yakni menuntut agar tetap mempertahankan asrama Pondok Mesudji sebagai asrama masyarakat Sumsel di Jogjakarta.

Serta, menuntut kepada pihak yang terkait agar asrama Pondok Mesudji hanya untuk kepentingan pendidikan bukan untuk dijual.

Diduga tanah dan bangunan asrama Pondok Mesudji telah dijual oleh oknum mafia tanah kepada salah satu organisasi Islam Muhammadiyah Jogjakarta.

Dalam postingan lainnya, nampak terlihat juga suasana asrama Pondok Mesudji untuk mahasiswa Sumsel di Jogjakarta pada tahun 2020 sempat dirusak diduga oleh orang suruhan.

Dituliskan dalam postingannya, asrama Pondok Mesudji tersebut dirusak oleh oknum terjadi sebelum adanya upaya hukum gugatan di tahun 2020.

Dilihat dari kondisi Asrama Pondok Mesudji di Yogyakarta, sebagaimana unggahan akun @pondok_mesudji bisa dikatakan dalam kondisi tidak layak dihuni.

Layaknya sebuah rumah tinggal yang tidak terawat, banyak bagian-bagian dari bangunan permanen tersebut sudah banyak yang rusak, serta beberapa bagian luar telah ditumbuhi rumput.

Meski begitu, dari informasi yang dihimpun asrama Pondok Mesudji yang dibangun pada tahun 1952 tersebut, telah banyak menelurkan para pejabat seperti Bupati ataupun Walikota di Provinsi Sumsel. (seg)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan