Bos Raksasa Chip China Dijatuhi Hukuman Mati Atas Skandal Korupsi

--

IKLAN UMROH

Beijing, HARIANOKUSELATAN – Zhao Weiguo, Chairman Tsinghua Unigroup, perusahaan semikonduktor raksasa milik negara China, dijatuhi hukuman mati dengan penangguhan dua tahun oleh pengadilan di Jilin. Vonis ini dijatuhkan setelah Zhao terbukti melakukan serangkaian kejahatan keuangan, termasuk penggelapan, pencarian keuntungan ilegal, dan pelanggaran kepercayaan.

Menurut laporan CCTV, Zhao menyalahgunakan jabatannya dengan mengarahkan transaksi real estat dan kontrak perusahaan ke rekan-rekannya. Tindakannya menyebabkan kerugian aset negara lebih dari USD 194,22 juta atau sekitar Rp 3,19 triliun.

Berdasarkan hukum China, hukuman mati dengan penangguhan dapat diringankan menjadi penjara seumur hidup jika terpidana tidak melakukan pelanggaran baru selama masa dua tahun. Dalam kasus ini, pengadilan mempertimbangkan faktor meringankan, antara lain pengakuan penuh Zhao, kerja sama dengan penyidik, serta pengembalian keuntungan ilegal. Semua aset pribadinya juga telah disita.

Dari “Juara Nasional” hingga Bangkrut

Zhao merupakan tokoh penting dalam upaya Beijing membangun industri chip yang mandiri. Memimpin Tsinghua Unigroup sejak 2013, ia mendorong strategi akuisisi agresif dengan membeli lebih dari 20 perusahaan di sektor semikonduktor.

Di bawah kepemimpinannya, aset Unigroup melonjak dari 1,3 miliar yuan menjadi hampir 298 miliar yuan, sempat menjadikannya simbol ambisi semikonduktor China. Namun, ekspansi besar itu ternyata ditopang oleh pondasi keuangan yang rapuh.

Pada akhir 2020, Unigroup mulai gagal membayar utang, dan pada Desember 2021 perusahaan resmi dinyatakan bangkrut. Restrukturisasi yang diawasi pengadilan selesai pertengahan 2022, dengan kepemilikan dialihkan ke pemegang saham baru Beijing Zhiguangxin Holding. Zhao mundur tak lama kemudian sebelum diselidiki.

Vonis Tegas untuk Korupsi

Pada Maret 2023, Central Commission for Discipline Inspection secara resmi menuduh Zhao melakukan penggelapan, memperkaya rekanan secara ilegal, dan merugikan kepentingan perusahaan negara. Kasus ini kemudian dibawa ke pengadilan dan berakhir dengan vonis hukuman mati.

 

“Sebagai manajer perusahaan milik negara, dia dibutakan oleh keserakahan, mengkhianati tugas dan misinya, menyalahgunakan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi, dan memperlakukan perusahaan negara sebagai wilayah pribadinya,” demikian pernyataan pengadilan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan