KPK Bongkar Peran Noel di Skandal K3: Tahu, Membiarkan, hingga Ikut Menikmati Jatah

Setyo menjelaskan bahwa dalam proses penerbitan sertifikat tersebut, uangnya mengalir ke sejumlah pejabat dengn nilai mencapai Rp 81 miliar.- Foto: Ayu Novita.-
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan peran mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel, dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut Noel bukan hanya mengetahui praktik pungutan liar tersebut, tetapi juga membiarkan dan bahkan ikut menikmati hasilnya.
“Peran IEG adalah dia tahu (ada pemerasan), dan membiarkan, bahkan kemudian meminta (jatah),” ujar Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (22/8/2025).
BACA JUGA:Diduga Korsleting Listrik, Tujuh Rumah Warga di Sungai Lilin Ludes Terbakar
BACA JUGA:Bagian Hukum Setda OKUS Mulai Bahas Rancangan Perda Tahun 2026
Lalai Mengawasi, Malah Ikut Terlibat
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan Noel telah gagal menjalankan fungsi pengawasan sebagai wakil menteri. Seharusnya, ketika mengetahui bawahannya melakukan praktik kotor, Noel segera mengambil tindakan tegas.
“Wamenaker memiliki fungsi kontrol. Dengan kewenangannya, seharusnya dia segera memberhentikan bawahannya, bukan malah membiarkan,” kata Asep.
Menurut Asep, Noel bahkan menerima sejumlah uang dan kendaraan bermotor dari hasil pemerasan itu. Hal inilah yang memperkuat dugaan keterlibatan langsung dirinya.
BACA JUGA:Prabowo Pecat Noel Usai Jadi Tersangka, Jokowi Beri Dukungan Penuh ke KPK
BACA JUGA:Dipuji Eks Pelatih MU, Jenson Seelt Bisa Jadi Tandem Ideal Jay Idzes di Lini Belakang Garuda
Uang Mengalir Rp 81 Miliar, Dalang Diduga Terima Rp 69 Miliar
KPK mengungkapkan, praktik pemerasan dalam penerbitan sertifikat K3 ini terjadi sejak 2019 hingga 2024. Dalam periode tersebut, nilai uang yang diperas mencapai Rp 81 miliar.
Tokoh sentral dalam kasus ini adalah Irvan Bobby Mahendro, Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 (2022–2025), yang disebut menerima uang paling besar hingga Rp 69 miliar. Uang hasil pemerasan digunakan untuk membeli rumah, kendaraan mewah, hiburan, hingga setoran tunai ke sejumlah pihak.
Para buruh yang wajib memiliki sertifikat K3 dipaksa membayar lebih mahal, yakni sekitar Rp 6 juta per sertifikat.
BACA JUGA:‘Kid Messi' dari Akademi MU Cetak Sejarah di Old Trafford