BI Tunda Peluncuran Payment ID, Fokus Uji Coba September 2025
JAKARTA – Rencana peluncuran sistem transaksi digital Payment ID oleh Bank Indonesia (BI) yang semula dijadwalkan Agustus 2025 resmi ditunda. Keputusan ini diambil setelah BI menilai sistem tersebut belum melalui tahap uji coba menyeluruh.
BACA JUGA:Pembalap Muda Indonesia Arbi Aditama Debut di GP Moto3 Gantikan Buasri
BACA JUGA:Skandal di Kejuaraan Dunia Voli Putri U-21, Vietnam Didiskualifikasi karena Gunakan Pemain Pria
Uji Coba Dimulai September
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Dicky Kartikoyono, mengatakan pihaknya akan memulai uji coba atau sandbox pada September 2025. Tahap awal akan diintegrasikan dengan program bantuan sosial (bansos) non-tunai di Banyuwangi.
“Masih belum ada Payment ID. Masih kita uji coba, sandbox, atau piloting. Akan ada program baru bansos non-tunai di bulan September, dan itu yang akan kita uji coba,” ujar Dicky di Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025).
BACA JUGA:Empat Lawang Resmi Jadi Tuan Rumah Peda KTNA Sumsel 2025
BACA JUGA:Hadiri Sidang Kasus Tol Betung-Tempino, Puluhan Mahasiswa Hukum Unsri Minta Bebaskan Dosen Mereka
BI Pastikan Keamanan Data
Menjawab kekhawatiran publik, BI menegaskan sistem Payment ID akan memiliki perlindungan data yang ketat. Menurut Dicky, data nasabah tidak dapat digunakan tanpa persetujuan pemiliknya.
“Setiap data harus lewat persetujuan terlebih dahulu, tidak bisa sembarangan,” tegasnya.
BACA JUGA:Satres Narkoba Tangkap Oknum Polisi Pengedar, 10 Gram Sabu dan Ekstasi Disita
BACA JUGA:JPU Tegas Tolak Pledoi Dua Terdakwa Korupsi Tol Betung–Tempino
Butuh Regulasi yang Kuat
Ekonom sekaligus pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai sebelum diterapkan secara nasional, Payment ID harus memiliki payung regulasi yang kuat terkait keamanan data.
“Regulasi harus memuat sanksi tegas bagi industri maupun pemerintah yang lalai menjaga data. Audit independen dan pengawasan multi-pihak juga penting agar tidak ada monopoli akses data,” ujarnya.
Achmad mengingatkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang sudah ada belum sepenuhnya dijalankan secara efektif, sementara sanksi bagi pelanggaran sering kali tidak ditegakkan maksimal.