Sengketa Laut Sulawesi Memanas Lagi, Malaysia Ogah Sebut Ambalat

Indonesia dan Malaysia sepakat menjalin kerja sama pengelolaan sumber daya minyak dan gas di Blok Ambalat, meski status kedaulatan wilayahnya masih berlanjut. -Foto: Ist.-

IKLAN UMROH

JAKARTA - Perselisihan antara Indonesia dan Malaysia terkait Blok Ambalat kembali mencuat. Wilayah seluas lebih dari 15.000 kilometer persegi di Laut Sulawesi ini diperebutkan kedua negara karena dianggap strategis dan kaya akan potensi minyak dan gas bumi.

Sumber konflik ini berakar dari peta maritim yang diterbitkan Malaysia pada tahun 1979, yang menyebut wilayah tersebut sebagai bagian dari negaranya, tepatnya dalam Blok ND6 dan ND7. Indonesia menolak klaim tersebut dengan mengacu pada prinsip negara kepulauan sesuai Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982.

BACA JUGA:KPK Tahan 2 Eks Petinggi Hutama Karya Terkait Korupsi Lahan Jalan Tol Trans Sumatera

BACA JUGA:Bhayangkara Presisi Lampung FC Siap Tempur di Liga Super 2025/26

Malaysia Tak Akui Nama Ambalat

Pemerintah Malaysia secara konsisten menolak penggunaan istilah "Ambalat". Menurut pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Malaysia (Wisma Putra), istilah tersebut adalah narasi Indonesia yang dianggap menyesatkan.

Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Seri Mohamad Hasan, menegaskan bahwa wilayah ND6 dan ND7 merupakan bagian dari kedaulatan negaranya, mengacu pada peta resmi tahun 1979 dan diperkuat oleh keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 2002 terkait kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Ligitan.

Malaysia juga menyatakan bahwa penggunaan istilah "Laut Sulawesi" lebih konsisten dengan sikap resmi mereka dan menghindari pengakuan tidak langsung terhadap klaim Indonesia.

BACA JUGA:Timnas Putri Indonesia Siap Hadapi Thailand di Laga Perdana Piala AFF 2025

BACA JUGA:Saksi Bongkar Praktik Kontrak Abadi di Hotel Beston Palembang

Indonesia Kukuh Pertahankan Klaim

Indonesia tetap tegas mengklaim Blok Ambalat sebagai bagian dari landas kontinen Kalimantan Timur, dengan hak atas sumber daya bawah laut hingga 200 mil laut, atau lebih jauh dalam kondisi tertentu. Pemerintah Indonesia menolak peta Malaysia tahun 1979 karena tidak diserahkan kepada Komisi Batas Landas Kontinen PBB, seperti yang diatur dalam UNCLOS.

Meski bersikap tegas, Indonesia kini mulai meladeni pendekatan yang lebih pragmatis. Hal ini terlihat dalam pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Anwar Ibrahim di Jakarta pada 27 Juni 2025. Keduanya sepakat untuk menjajaki kerja sama pengelolaan bersama sebagai solusi sementara.

BACA JUGA:Kasus Korupsi Dana PMI: Fitrianti Agustinda dan Suami Resmi Diserahkan ke JPU

BACA JUGA:Saksi Beberkan Kwitansi Fiktif dan Markup Anggaran di Tubuh PMI Ogan Ilir

Kesepakatan Pengelolaan Bersama

Kerja sama pengelolaan bersama (joint development) kembali ditekankan dalam kunjungan Anwar Ibrahim ke Indonesia akhir Juli 2025 lalu. Ia menyebut, Malaysia berkomitmen melibatkan Pemerintah Sabah dalam setiap keputusan dan akan tetap menjaga hak kedaulatan mereka atas Blok ND6 dan ND7.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan