Game dengan Cerita Psikologis Makin Populer, Ini Alasannya

Red Dead Redemption 2.-Foto ;ist-

HARIANOKUSELATAN.ID – Di tengah derasnya inovasi grafis dan gameplay, kini alur cerita psikologis mulai jadi magnet utama bagi banyak gamer. Game tidak lagi sekadar soal visual menawan atau pertarungan epik—tapi bagaimana jalan cerita bisa menggugah emosi, bahkan menyentuh sisi terdalam pemain.

Sejak rilis Life is Strange pada 2015, game ini langsung disebut-sebut sebagai “novel interaktif” yang mirip karya Stephen King dan serial Twin Peaks. Game dari Dontnod ini menjadi bukti bahwa narasi emosional bisa jadi kekuatan utama, bahkan mengalahkan mekanik permainan itu sendiri.

BACA JUGA:Ditemukan Lagi Anggaran Belanja Makan Minum Capai Rp800 Juta Lebih di OPD Banyuasin

BACA JUGA:Bos Sawit Bangka dan Mantan Bupati Ridwan Mukti Hadapi Dakwaan Korupsi Sawit Rp61 Miliar

Para peneliti game menyebutkan, tren ini menandai pergeseran besar di industri. Dulu, game fokus pada aksi: menembak, berlari, menyerang. Kini, banyak pengembang justru menjelajahi sisi psikologis dan emosional karakter, layaknya novel atau film.

Menurut Nick Bowman dari Texas Tech University, generasi gamer era 1980–1990-an kini mencari pengalaman bermain yang lebih dalam. Bukan hanya tawa atau kesenangan, tapi juga kesedihan, rasa bersalah, penyesalan, dan perenungan. Game seperti ini memberikan pengalaman eudaimonic—yakni emosional dan bermakna.

BACA JUGA:RS Indonesia Dihancurkan, DPR Desak Pemerintah “Gempur” Israel di PBB

BACA JUGA:Gubernur Pramono Teken Pergub APAR, Warga DKI Kini Punya Senjata Cegah Kebakaran

Daniel Possler, peneliti media dari Jerman, menyebut bahwa bermain game yang menyentuh topik emosional bisa mendorong pemain merefleksikan masalah hidup mereka sendiri. Bahkan dalam penelitiannya terhadap 82 studi, ditemukan bahwa game tertentu mampu membangkitkan berbagai emosi yang biasanya hanya muncul lewat buku atau film.

Contohnya, Red Dead Redemption II dianggap sebagai mahakarya digital. Karakter utamanya, Arthur Morgan, menghadapi konflik batin dan masa lalu kelam—hingga akhirnya meninggal karena penyakit tepat di momen penebusannya. Banyak pemain mengaku terguncang setelah menyelesaikan game ini. "Bayangkan, orang rela bayar USD 60 hanya untuk menangis—dan ternyata banyak yang ingin itu," ujar Bowman.

BACA JUGA:Tak Tersentuh, Marc Marquez Bungkam Semua Lawan di Aragon

BACA JUGA:JFA Geleng-geleng, Penjualan Tiket Timnas Indonesia Vs Jepang Ludes Hanya Dalam 10 Menit

Ke depan, Bowman bahkan meyakini Red Dead Redemption II bisa saja dipelajari di kelas sastra karena kekuatan naratifnya.

Jadi, bagi kamu yang selama ini bermain game hanya untuk hiburan semata, bisa jadi sudah saatnya mencoba pengalaman baru. Karena sekarang, video game bisa jadi cermin batin dan media refleksi yang tak kalah kuat dari film atau novel.(arl)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan