Korupsi Pengadaan APD Saat Covid-19, KPK Tahan 2 Tersangka, Negara Rugi Rp319 Miliar
Jakarta, harianokuselatan, Akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan yang didanai oleh Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2020.
Ketiga tersangka tersebut adalah BS, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan, AT, Direktur Utama PT PPM, dan SW, Direktur Utama PT EKI.
Pada hari yang sama, KPK juga menahan dua dari tiga tersangka, yaitu BS dan SW.
BS ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK Gedung ACLC, sementara SW ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.
Penahanan ini dilakukan untuk periode awal 20 hari, terhitung mulai 3 hingga 22 Oktober 2024.
BACA JUGA:Dihadapan Majelis Hakim, 2 Saksi Sidang Korupsi Jargas PT SP2J Beberkan Fakta Mengejutkan
BACA JUGA:KPK Ingatkan Potensi Korupsi dalam Proyek RDF Plant Rp 1,3 Triliun di Jakarta
Sedangkan AT belum ditahan karena masih akan menjalani pemeriksaan di kemudian hari sesuai jadwal KPK.
Kronologi Kasus Korupsi Pengadaan APD
Kasus korupsi ini bermula dari pengadaan APD yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada masa darurat pandemi COVID-19.
Pengadaan APD ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan perlindungan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di garda terdepan penanganan pandemi.
Namun, menurut penyelidikan KPK, proses pengadaan tersebut dilakukan dengan melanggar berbagai aturan yang berlaku.
Berdasarkan konstruksi perkara yang disampaikan oleh KPK, penetapan BS sebagai PPK untuk pengadaan APD tersebut dilakukan dengan metode backdate, yakni tanggal penetapan yang dibuat mundur secara sengaja.
Tidak hanya itu, meskipun pengadaan barang belum memiliki kontrak resmi maupun surat pesanan, pembayaran tetap dilakukan kepada pihak yang terlibat.
BACA JUGA:Kejati Kembali Periksa 3 Saksi Kasus Korupsi LRT Sumsel
BACA JUGA:Terbukti Korupsi Kegiatan Tahfidz, Eks Kabid SD Dinas Pendidikan Musi Rawas Divonis 1 Tahun
Hal ini menimbulkan ketidakpatuhan terhadap prosedur yang seharusnya diterapkan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Lebih lanjut, KPK juga menemukan bahwa penentuan harga satuan APD dalam pengadaan ini tidak didasarkan pada harga pasar yang berlaku.
Hal ini memunculkan indikasi bahwa harga APD telah dimark-up, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan bahwa pengadaan tersebut telah menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp319 miliar.
Proses Penyelidikan dan Tindakan KPK
KPK menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan intensif selama beberapa waktu sebelum menetapkan status tersangka kepada BS, AT, dan SW.
Proses penyelidikan ini melibatkan pengumpulan dokumen dan bukti terkait proses pengadaan APD di Kementerian Kesehatan.
KPK juga berkolaborasi dengan BPKP untuk melakukan audit yang mendalam terkait potensi kerugian keuangan negara dalam kasus ini.
Setelah memperoleh cukup bukti, KPK melakukan upaya hukum lebih lanjut dengan menetapkan tiga tersangka tersebut.
Selain menahan BS dan SW, KPK juga akan memanggil AT untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
"KPK terus berkomitmen untuk mengungkap kasus-kasus korupsi, terutama yang merugikan negara dalam jumlah besar seperti ini. Kami berharap proses hukum yang dilakukan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku dan menjadi pelajaran bagi pihak-pihak lain untuk selalu mematuhi aturan dalam pengadaan barang dan jasa,"
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Jakarta, Sabtu, 5 Oktober 2024.
BACA JUGA:Kejari Pastikan Penyidikan Korupsi Dispora OKU Selatan tahun 2023 Berlanjut
BACA JUGA:Satu Tersangka Kasus Korupsi PTSL 2019 Ajukan Praperadilan
Undang-Undang yang Dilanggar
Dalam kasus ini, para tersangka diduga telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Khususnya, mereka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3, yang mengatur tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Selain itu, KPK juga menerapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur tentang persekongkolan atau kerja sama dalam melakukan tindakan pidana.
Dengan penerapan pasal ini, para tersangka dapat dijatuhi hukuman pidana yang berat jika terbukti bersalah.
Potensi Kerugian Negara dan Dampak Sosial
Kerugian negara sebesar Rp319 miliar yang diakibatkan oleh tindakan para tersangka bukanlah angka kecil.
Dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendanai pengadaan APD yang sangat dibutuhkan dalam penanganan pandemi COVID-19.
Pengadaan APD yang tidak sesuai dengan harga pasar dan prosedur yang berlaku dapat berdampak langsung pada kualitas barang yang diterima oleh tenaga kesehatan, yang pada akhirnya dapat membahayakan keselamatan mereka.
Kasus ini juga menyoroti bagaimana dana darurat yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat justru disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk keuntungan pribadi. Ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan mengancam upaya penanganan pandemi secara menyeluruh.
Tuntutan KPK
KPK menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengejar dan mengungkap pelaku lain yang mungkin terlibat dalam kasus ini.
Selain itu, KPK juga bekerja sama dengan instansi terkait untuk memulihkan kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi ini.
"Pengadaan barang dan jasa, terutama dalam situasi darurat, harus tetap mengikuti prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi. Kami tidak akan mentolerir tindakan korupsi yang merugikan negara dan masyarakat," tegas Guntur
KPK mengimbau masyarakat untuk tetap mengawal proses hukum kasus ini dan selalu memberikan informasi kepada pihak berwenang jika menemukan dugaan tindak pidana korupsi di sektor-sektor lainnya.