JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) resmi membuka akses peta dasar pertanahan bagi masyarakat umum melalui aplikasi berbasis web geoportal Bhumi. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan transparansi sekaligus mendorong partisipasi aktif publik dalam pengawasan dan tata kelola pertanahan di Indonesia.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol ATR/BPN, Harison Mocodompis, menyampaikan bahwa aplikasi Bhumi menjadi salah satu wujud keterbukaan informasi di bidang pertanahan.
“Masyarakat bisa ikut menjadi mata bagi kerja-kerja pemerintah. Peta pertanahan ini bersifat open access, sehingga bisa diakses langsung melalui laman bhumi.atrbpn.go.id,” ujar Harison dalam keterangannya, Jumat (22/08/2025).
Transparansi Data Pertanahan untuk Publik
Melalui Bhumi, masyarakat dapat melihat kondisi pertanahan di seluruh Indonesia secara spasial. Informasi yang tersedia mencakup bidang tanah yang sudah memiliki hak maupun yang belum. Seluruh data yang telah dipetakan kini dapat diakses secara terbuka.
Inisiatif ini sekaligus menjadi sarana edukasi, agar masyarakat dapat turut serta mengawasi serta memahami tata kelola pertanahan yang lebih baik.
Fitur Interaktif dalam Aplikasi Bhumi
Tidak hanya sekadar menampilkan data, aplikasi Bhumi dilengkapi sejumlah fitur interaktif yang mempermudah pengguna dalam melakukan pencarian dan penelusuran bidang tanah. Beberapa di antaranya yaitu:
Peta Interaktif
Alat Pencarian Lokasi
Informasi Bidang Tanah Terpetakan
Informasi Zona Nilai Tanah (ZNT)
Informasi Geospasial Lainnya
Selain itu, Bhumi juga menghadirkan teknologi canggih dengan keunggulan seperti open source, analisis spasial secara langsung (on screen), serta kemampuan menampilkan visualisasi data 3D dari format BIM (Building Information Modeling).
Kolaborasi Antar Instansi Jadi Kunci
Harison menegaskan bahwa keberhasilan pemanfaatan teknologi terbuka seperti Bhumi tidak hanya bergantung pada ATR/BPN semata. Kolaborasi lintas sektor, terutama dengan pemerintah daerah dan lembaga terkait, menjadi faktor penting dalam menciptakan tata kelola pertanahan yang transparan dan akuntabel.
“ATR/BPN tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi dengan pemerintah daerah dan instansi lain sangat diperlukan agar sistem ini dapat berjalan optimal,” tutup Harison. (*)