DOHA - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kembali memicu ketegangan internasional setelah melontarkan klaim mengenai pembentukan "Israel Raya".
Langkah ini dikaitkan dengan operasi militer besar-besaran Israel yang berupaya merebut kendali penuh atas Jalur Gaza.
Padahal, pada awal Agustus lalu, Hamas telah menyatakan kesiapan untuk kembali ke meja perundingan guna membahas gencatan senjata dan pembentukan negara Palestina.
Namun, pernyataan terbaru Netanyahu justru memperkeruh situasi dan mengancam upaya diplomasi yang sedang diusahakan.
31 Negara Arab dan Islam Keluarkan Pernyataan Bersama
Pada hari yang sama saat Netanyahu mengumumkan kebijakan kontroversial tersebut, sebanyak 31 negara anggota Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengeluarkan pernyataan resmi.
Dokumen itu ditandatangani oleh berbagai negara, termasuk Yordania, Mesir, Aljazair, Arab Saudi, Qatar, Suriah, Uni Emirat Arab, Yaman, Maroko, hingga Indonesia dan Nigeria.
Dalam pernyataannya, mereka menilai klaim Netanyahu sebagai tindakan yang melanggar hukum internasional serta mengancam stabilitas global.
"Kebijakan ini merupakan bentuk pengabaian serius terhadap hukum internasional dan ancaman langsung terhadap kedaulatan negara-negara Arab, serta perdamaian regional maupun internasional," demikian isi pernyataan yang dikutip Al Jazeera.
Kritik Tajam terhadap Menteri Israel
Selain mengecam Netanyahu, negara-negara tersebut juga menyoroti pernyataan bernada rasis dari Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich.
Smotrich diketahui menolak pembentukan negara Palestina dan secara terbuka mendukung aneksasi wilayah Palestina.
Sikap ini semakin memperkuat tudingan bahwa pemerintah Israel sedang mendorong praktik kolonialisme modern.
Desakan Akses Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Liga Arab dan OKI tidak hanya mengecam kebijakan politik Israel, tetapi juga menyoroti krisis kemanusiaan di Gaza.
Mereka menegaskan bahwa kelaparan dan penderitaan warga Palestina merupakan akibat langsung dari blokade dan agresi militer Israel yang berujung pada praktik genosida serta pembersihan etnis.
Oleh karena itu, negara-negara anggota mendesak agar gencatan senjata segera dilaksanakan. Mereka juga menuntut dibukanya jalur bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Gaza, guna menyelamatkan jutaan warga yang terjebak dalam situasi darurat.