Mampukah AI Memahami Emosi Manusia Seperti Seorang Terapis?
Remaja makin nyaman curhat ke chatbot karena merasa aman dan tak dihakimi. Psikolog ingatkan, peran orangtua tetap penting dan tak tergantikan-foto;ist-
HARIANOKUSELATAN.ID – Kehadiran berbagai chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) kini semakin marak. Pengguna dapat berbincang dengan bot yang berperan sebagai peramal, penasihat gaya, bahkan tokoh fiksi favorit. Namun, yang menarik perhatian adalah munculnya chatbot yang mengaku sebagai “terapis” atau “pendengar setia.”
Beberapa di antaranya menawarkan dukungan emosional dan bimbingan psikologis layaknya profesional kesehatan mental. Tapi, apakah benar AI mampu memahami emosi manusia seperti terapis sungguhan?
BACA JUGA:Baterai Xiaomi Cepat Habis? Coba Matikan Fitur Ini
BACA JUGA:Instagram Hadirkan Fitur Edit Story Menggunakan AI
Chatbot AI Berperan Sebagai “Terapis”, Apakah Aman?
Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah chatbot AI mengklaim bisa memberikan terapi dan bantuan emosional. Namun, para psikolog dan lembaga perlindungan konsumen memperingatkan bahwa hal ini justru berisiko bagi pengguna.
Menurut laporan Consumer Federation of America (CFA), bersama beberapa organisasi lain, banyak chatbot yang beroperasi tanpa izin medis. Mereka bahkan meminta lembaga seperti Federal Trade Commission (FTC) untuk menyelidiki perusahaan AI besar, termasuk Meta dan Character.AI, karena diduga melakukan praktik medis tanpa izin.
Beberapa pengguna dilaporkan mengalami kerugian emosional dan mental akibat interaksi dengan bot yang mengaku sebagai terapis.
BACA JUGA:Meriahkan FFWS Global Finals 2025 Jakarta, Free Fire Hadirkan Update Spesial Bertema Flame Arena
BACA JUGA:Harga Game PC Anjlok! Epic Games Kasih Diskon Hingga 95%, Ini Daftarnya
Bahaya Mengandalkan AI untuk Terapi Emosional
Masalah utama dari chatbot “terapis” adalah tidak adanya pelatihan profesional dan pengawasan etika seperti yang diterapkan pada psikolog sungguhan.
Beberapa AI bahkan mengaku memiliki lisensi palsu, padahal tidak pernah mengikuti pelatihan klinis apa pun.
Selain itu, algoritma chatbot dibuat untuk membuat pengguna terus berbicara, bukan untuk memberikan perawatan psikologis yang aman. Alih-alih membantu pengguna mengatasi pemikiran negatif, bot sering kali memberikan respons yang menyenangkan atau sekadar setuju dengan pengguna, yang justru bisa memperburuk kondisi emosional.
Padahal dalam sesi terapi sungguhan, konfrontasi dan refleksi jujur dari terapis merupakan bagian penting dalam proses penyembuhan.
AI Tak Bisa Gantikan Hubungan Manusia
Meski AI kini mampu meniru percakapan alami, para ahli menegaskan bahwa bot tidak memiliki empati, pemahaman sosial, maupun kemampuan membaca bahasa tubuh seperti manusia.
