Pengacara Ungkap Dugaan Kebohongan dalam Kasus Korupsi PUPR Banyuasin

--

PALEMBANG - Tim pengacara tersangka Ari Marta Redho (AMR) mengungkap dugaan kebohongan dalam penyidikan kasus korupsi proyek Dinas PUPR Banyuasin. Selain menyoroti pernyataan yang dinilai menyesatkan terkait ketidakhadiran tersangka, pengacara juga menyinggung dugaan manipulasi dalam penghitungan kerugian negara oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel.

Pengacara AMR, Petrus Bala Pattyona, pada Rabu (19/2/2025) malam menyatakan bahwa hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah menetapkan kerugian negara sebesar Rp500 juta. Namun, Kejati Sumsel sebelumnya menyatakan bahwa penghitungan kerugian negara masih dalam proses audit.

"Padahal, BPKP sudah mengeluarkan hasil audit dengan angka Rp500 juta. Jadi, pernyataan Kejati Sumsel bahwa penghitungan masih berlangsung itu tidak benar," tegas Petrus.

Ia juga mengungkapkan bahwa kerugian keuangan negara dalam proyek pembangunan kantor lurah Keramat Jaya telah dikembalikan oleh pihak terkait, termasuk Dinas PUPR sendiri. Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada lagi permasalahan mengenai kerugian negara. Namun, Kejati Sumsel tetap mengklaim bahwa proses penghitungan masih berjalan.BACA JUGA:Pastikan Bersih dari Narkoba, Puluhan Napi Lapas Kelas IIB Muaradua di Tes Urine

BACA JUGA:Solana Bertahan, Koin Meme BeerBear Hadirkan Nuansa Baru di Pasar Kripto

BACA JUGA:Agnez Mo Ajukan Kasasi Usai Didenda Rp 1,5 Miliar, Ari Bias Yakin Putusan Tak Berubah

Lebih lanjut, Petrus menuding bahwa uang yang dijadikan barang bukti dalam kasus ini sebenarnya berasal dari penyidikan kasus lain, yaitu kasus Baznas. Ia bahkan menyebut bahwa dua kasus ini diduga dijadikan sebagai "ATM" oleh oknum kejaksaan di Banyuasin, yang kini tengah diperiksa oleh bagian pengawasan kejaksaan.

"Dengan adanya praktik semacam ini, kami mempertanyakan status Wilayah Bebas Korupsi (WBK) yang baru-baru ini diterima oleh Kejati Sumsel," tambahnya.

Sementara itu, Kepala Kejati Sumsel, Dr. Yulianto SH MH, menegaskan bahwa barang bukti yang ditampilkan dalam rilis penetapan tersangka adalah uang fee atau gratifikasi yang diterima tersangka, baik secara tunai maupun transfer.

"Perlu ditegaskan bahwa itu adalah uang fee atau gratifikasi, bukan uang kerugian negara seperti yang diberitakan," kata Yulianto. Ia juga menegaskan bahwa tim penyidik masih menunggu hasil audit resmi penghitungan kerugian keuangan negara.

Seperti diketahui, Kejati Sumsel telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dan suap terkait proyek Dinas PUPR Banyuasin tahun anggaran 2023. Mereka adalah Ari Marta Redho (Kabag Humas dan Protokol DPRD Sumsel), Apriansyah (Kadis PUPR Banyuasin), serta Wisnu Andrio Fatra (pihak ketiga dari CV HK).

BACA JUGA:Masyarakat Nobar Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati OKU Selatan TerpilihBACA JUGA:Inul Daratista Jalani Umrah Ketiga, Ungkap Kisah Perjalanan Karier dan Rasa Syukur

BACA JUGA:Inul Daratista Jalani Umrah Ketiga, Ungkap Kisah Perjalanan Karier dan Rasa Syukur

Para tersangka diduga menerima gratifikasi dalam proyek pembangunan kantor lurah, perbaikan jalan, serta pembuatan saluran drainase di Kelurahan Kramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin. Proyek ini dibiayai dari APBD Provinsi Sumsel tahun anggaran 2023 dengan total anggaran sekitar Rp3 miliar. (dst)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan