Petani Hutan di OKU Selatan Pertanyakan Pungutan Rp100 Ribu per Hektare

Sejumlah petani hutan di wilayah Gerbang OKU Selatan mempertanyakan mekanisme pungutan pengelolaan kawasan hutan sebesar Rp100 ribu per hektare, yang dilakukan secara kolektif. -Foto: Hamdal Hadi/Harian OKU Selatan.-

IKLAN UMROH

MUARADUA, KORANHOS.COM - Sejumlah petani hutan di wilayah Gerbang OKU Selatan mempertanyakan kebijakan pungutan pengelolaan kawasan hutan sebesar Rp100 ribu per hektare, yang dilakukan secara kolektif dan disetorkan melalui salah satu tenaga teknis pengelolaan hutan, yakni Sazili, SE., MM.

Menurut para petani, sistem pembayaran kolektif ini menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian, terutama karena mereka tidak membayar langsung kepada instansi pemerintah yang berwenang.

“Seharusnya kami bayar langsung. Tapi kenyataannya uang dikumpulkan dan disetor lewat beliau (Sazili). Kami bingung, ini sesuai aturan atau tidak,” ujar salah satu petani yang enggan disebutkan namanya, Rabu (30/7/2025).

BACA JUGA:Innalillahi, Mantan GM Harian OKU Selatan Amar Darmono Meninggal Dunia

BACA JUGA:158 Karung Beras Disalurkan, Polsek Muaradua Kawal Ketat Distribusi

Dalam praktiknya, satu kelompok tani hutan biasanya mengelola lahan seluas 100 hingga 120 hektare, dengan anggota sekitar 50 hingga 60 orang. Pungutan pengelolaan kawasan hutan yang dibebankan kepada petani ini pun menimbulkan pertanyaan soal akuntabilitas dan transparansi dana.

Tenaga Teknis: Mekanisme Sudah Sesuai Prosedur dan Ada Dasar Hukumnya

Menanggapi hal tersebut, Sazili membenarkan bahwa pembayaran dilakukan melalui dirinya, namun ia menegaskan bahwa mekanisme tersebut telah sesuai prosedur yang ditetapkan pihak berwenang.

“Benar, pembayaran dilakukan melalui saya. Tapi semuanya sudah sesuai prosedur dan ada dasar hukumnya,” ujar Sazili saat dikonfirmasi.

BACA JUGA:Dinsos OKU Selatan Salurkan Bantuan Bagi Korban Kebakaran

BACA JUGA:Puluhan Kaum Ibu-ibu Ikuti KB Gratis di RSUD Muaradua

Ia menyebutkan, alasan utama penerapan sistem pembayaran kolektif adalah karena masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pembayaran secara mandiri.

“Kalau menunggu kesadaran masing-masing, banyak yang menunda. Ini bisa berdampak pada kelengkapan administrasi kelompok. Jadi kita bantu kumpulkan agar lebih tertib,” tambahnya.

Petani Minta Sosialisasi Lebih Intensif dan Sistem yang Transparan

Meski telah mendapat penjelasan, sejumlah petani tetap berharap ada sosialisasi langsung dari pemerintah daerah atau instansi terkait. Mereka meminta penjelasan resmi agar tidak muncul kesan adanya beban tambahan yang tidak jelas.

BACA JUGA:Pemda Upayakan Marbot Masjid Terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan