Lintas Profesi Desak Presiden Evaluasi Menkes, Soroti Masalah TBC, Stunting, dan Komersialisasi Kesehatan

Kebijakan Menkes Disebut Hambat Target Indonesia Emas 2045, Presiden Prabowo Diminta Reshuffle Menkes. -Foto: Ist.-
JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Sekretariat Gerakan Anti Kebohongan dan Premanisme Birokrasi Kemenkes RI, bersama sejumlah elemen lintas profesi seperti dokter, dosen, perawat, advokat, dan bidan, menyuarakan kritik keras terhadap kepemimpinan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Dalam refleksi kebangsaan memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2025, mereka meminta Presiden Prabowo Subianto mengevaluasi hingga mempertimbangkan pergantian Menkes demi menyukseskan agenda besar Indonesia Emas 2045.
Acara yang digelar di Tugu Proklamasi, Jakarta, itu menjadi wadah refleksi bagi para profesional kesehatan dan akademisi yang menilai telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan sektor kesehatan, khususnya terkait integritas dan orientasi kebijakan.
Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia, Dr. dr. Muhammad Nasser, SpKK, Doctor of Law, menegaskan bahwa penting bagi seluruh pihak, terutama para pengambil kebijakan, untuk mengevaluasi diri. Ia mempertanyakan apakah saat ini seluruh elemen sudah mendukung penuh Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan bebas dari praktik birokrasi yang menyimpang.
BACA JUGA:Kabar Haru dari Makkah, Jamaah Haji yang Wafat Tetap Ditunaikan Hajinya
BACA JUGA:Perusahaan di Banyuasin Yang Tak Rekrut Warga Lokal Bakal Dicabut Izin
“Sudahkah kita bebas dari narasi kebohongan dan praktik premanisme birokrasi? Kalau belum, tentu perlu refleksi yang dalam,” ujarnya.
Ia menyoroti buruknya kinerja sektor kesehatan, dengan merujuk pada peningkatan signifikan kasus Tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Data Kemenkes menunjukkan bahwa dalam kurun 2024 hingga 17 Maret 2025, tercatat 1.016.475 kasus TBC dengan 23.858 kematian.
“Apakah ini sudah menjadi prioritas penanganan? Belum lagi soal penyakit lain seperti kusta dan infeksi menular seksual,” katanya. Ia menilai, alih-alih fokus pada masalah krusial tersebut, pemerintah justru lebih sibuk mengurus pengadaan alat kesehatan canggih yang menguntungkan rumah sakit, bukan masyarakat luas.
Guru Besar FKUI, Prof. Budi Iman Santoso, SpOG, juga menyampaikan keprihatinannya atas semakin bergesernya etika profesi kedokteran. Menurutnya, dokter kini seolah hanya menjadi bagian dari sistem bisnis, bukan pelayan kemanusiaan.
“Roh dokter itu etika. Jika etika diabaikan, maka yang terjadi adalah komersialisasi kesehatan. Biaya pengobatan jadi tinggi dan masyarakatlah yang dirugikan. Ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.
BACA JUGA:Pemadaman Listrik Rutin di Kisam Tinggi Bikin Tukang Rugi Besar
BACA JUGA:Dukung Infrastruktur, Puluhan Warga Pelangki Hibahkan Tanah Ke Pemda OKUS
Dari perspektif pembangunan jangka panjang, Guru Besar Universitas Diponegoro, Prof. Dr. dr. Zainal Muttaqin, Ph.D, SpBS, menyoroti laporan Bappenas tahun 2024. Ia menyebut dua dari 10 target layanan kesehatan dasar gagal dicapai dan berdampak langsung pada potensi demografi Indonesia 2045.
Pertama, target prevalensi stunting yang diharapkan turun menjadi 14 persen justru masih berada di angka 21,5 persen. Kedua, capaian imunisasi dasar lengkap untuk bayi yang ditargetkan 90 persen, namun baru menyentuh angka 60 persen.