Seorang pria di Palembang nyaris tewas, dibacok musuh lama sesaat menjelang akad nikah

--

Jakarta: BMKG kembali mengingatkan masyarakat tentang dampak nyata perubahan iklim yang semakin terasa. Direktur Perubahan Iklim BMKG Fachri Rajab menegaskan suhu menjadi indikator paling jelas menunjukkan perubahan iklim global dan nasional.

“Kalau kita merujuk pada pengukuran berdasarkan Paris Agreement, peningkatan suhu global terus terjadi. Di Indonesia pun, tren serupa terlihat," ujar Fachri, Minggu (11/5/2025).

Atmosfer yang lebih hangat mampu menahan uap air lebih banyak. Akibatnya curah hujan saat musim penghujan menjadi jauh lebih deras dari sebelumnya.

Perubahan iklim juga membuat musim kemarau menjadi jauh lebih kering dan panas. Intensitas kekeringan bisa berbeda di setiap wilayah, namun kecenderungan umum adalah cuaca ekstrem.

Menurut Fachri, perubahan iklim juga dipengaruhi fenomena global seperti La Nina di Samudra Pasifik. La Nina dapat memicu anomali cuaca seperti hujan deras saat musim kemarau seperti tahun 2022.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, BMKG menggunakan berbagai pendekatan dalam melakukan prediksi iklim. Pihaknya menggunakan kombinasi metode numerik, dinamis, dan statistik untuk memprediksi iklim. 

"Meskipun prediksi tidak bisa 100 persen tepat, pendekatan ini sudah sangat membantu dalam memberikan gambaran kondisi cuaca ke depan. Misalnya, di wilayah Jawa pada awal musim kemarau, masih ada hujan," katanya. 

Sementara itu, wilayah seperti Sumatra Utara dan Papua sudah mengalami musim kering. Jadi, pola kemarau sangat tergantung pada kondisi regional masing-masing,,” kata Fachri.

Sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan memasuki musim kemarau akhir Mei hingga Juni 2025. BMKG mengimbau masyarakat segera bersiap mengelola sumber daya air dan mengantisipasi potensi kekeringan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan