JAKARTA, HARIAOKUSELATAN.ID - Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 2025 menuai pro dan kontra. Banyak pihak khawatir kebijakan ini akan berdampak buruk bagi daya beli masyarakat, terutama kalangan pengusaha dan kelas menengah.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, menilai bahwa rencana kenaikan tarif PPN ini berpotensi memperlemah sektor industri Indonesia, yang sedang menghadapi tantangan akibat turunnya daya beli masyarakat. "Kita butuh konsolidasi agar industri makanan dan minuman bisa mencari alternatif yang lebih efisien. Kalau Pemerintah tetap mau menaikkan PPN menjadi 12 persen, hal itu pasti akan memukul industri," kata Adhi.
Dampak Terhadap Kelas Menengah dan UKM
Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta, Achmad Nur Hidayat, juga mengkritik rencana ini, meskipun tujuannya untuk meningkatkan penerimaan negara. Achmad menyebutkan bahwa tarif PPN yang lebih tinggi akan berujung pada kenaikan harga barang dan jasa, termasuk kebutuhan pokok, yang paling berdampak pada masyarakat kelas menengah dan pekerja dengan pendapatan setara UMR.
BACA JUGA:Resmi, Pemerintah Larang Penyaluran Bansos Selama Pilkada 2024
BACA JUGA:31.275 Penindakan Penyulundupan, Pemerintah Sukses Selamatkan Potensi Kerugian Rp 3,9 Triliun
"Dengan tarif PPN yang lebih tinggi, hampir semua barang dan jasa akan mengalami kenaikan harga, termasuk kebutuhan pokok. Dalam situasi ini, daya beli kelompok ini akan tergerus, memaksa mereka untuk mengurangi konsumsi barang-barang penting. Ketika daya beli menurun, konsumsi domestik—kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia—akan ikut melemah," ujar Achmad.
Ancaman Inflasi dan Pengaruh pada UKM
Kenaikan tarif PPN, menurut Achmad, hampir pasti akan memicu inflasi yang dapat mengancam stabilitas ekonomi. Inflasi yang tinggi akan memberatkan sektor usaha kecil dan menengah (UKM) karena biaya produksi dan operasional yang meningkat. UKM harus menghadapi dilema: menaikkan harga produk atau mengorbankan margin keuntungan. Keduanya dapat memengaruhi keberlanjutan usaha dan berpotensi menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
BACA JUGA:Pentingnya Sholat Jumat dan Hukum Meninggalkannya karena Kesibukan
BACA JUGA:Capim dan Dewas KPK Akan Jalani Fit and Proper Test di Komisi III
Solusi yang Lebih Bijak
Achmad mengingatkan bahwa menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen bukanlah kebijakan yang bijak di tengah kondisi ekonomi yang sedang berusaha pulih. Oleh karena itu, pemerintah perlu mencari solusi yang lebih inovatif dan adil untuk memperbaiki keuangan negara tanpa memberatkan masyarakat kelas menengah, yang selama ini menjadi pilar utama perekonomian Indonesia.