KPK Tahan Ahmad Taufik, Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan APD di Kemenkes
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik (AT) selaku tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan dari Dana Siap Pakai (DSP) Bad-Foto: Ayu Novita.-
JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Ahmad Taufik, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri, yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2020. Dana yang digunakan berasal dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengungkapkan bahwa hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan adanya kerugian negara yang signifikan akibat korupsi ini, mencapai sekitar Rp 319 miliar.
BACA JUGA:Polri Tangkap Pegawai Kementerian Komdigi dalam Kasus Judi Online
BACA JUGA:Ayah di Rejang Lebong Ditangkap karena Dugaan Pemerkosaan Anak Kandung
"KPK akan menahan tersangka AT untuk 20 hari pertama, mulai 1 hingga 20 November 2024," ujar Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat, 1 November 2024. Penahanan Ahmad Taufik dilakukan di Rutan Cabang KPK Gedung ACLC, atau Rutan Kelas 1 Jakarta Timur.
Sebelumnya, KPK juga telah menahan dua tersangka lainnya dalam kasus yang sama, yaitu Budi Sylvana, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, dan Satrio Wibowo, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia.
BACA JUGA:Polri Tahan 11 Orang dalam Kasus Judi Online, Pegawai Komdigi Terlibat
BACA JUGA:DPR Kritisi Rencana Pemerintah Impor Beras hingga Mencapai 1 Juta Ton
Kedua tersangka ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih dan Rutan Gedung ACLC dengan penahanan awal dari tanggal 3 hingga 22 Oktober 2024. Penahanan mereka telah diperpanjang sejak 17 Oktober 2024.
KPK menyatakan bahwa para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.