Terbukti Bersalah, Tiga Komisioner Bawaslu Ogan Ilir Dijatuhi Hukuman
Tiga orang komisioner Bawaslu Kabupaten Ogan Ilir pasrah saat dijatuhi hukuman penjara kasus korupsi dana hibah kegiatan fiktif Pilkada OI 2021-2022. -Foto: Fadli/Sumeks.co.-
PALEMBANG, HARIAN OKU SELATAN - Tiga Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Ogan Ilir (OI) dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara dalam kasus korupsi dana hibah kegiatan fiktif Pilkada OI 2021-2022.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor PN Palembang pada Kamis, 22 Februari 2023, mantan Ketua Bawaslu Ogan Ilir, Darmawan Iskandar, dan Koordinator Bidang Humas Bawaslu Ogan Ilir, Idris, divonis masing-masing 2 tahun 8 bulan penjara.
Sedangkan untuk Koordinator Divisi Hukum Bawaslu Ogan Ilir, Karlina, dihukum 2 tahun penjara.
Majelis hakim Tipikor menyatakan ketiganya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berjemaah dan perbuatan berlanjut, melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
BACA JUGA:Kejati Rampungkan Kasus Korupsi Bobol Rekening Nasabah Senilai Rp6,4 Miliar
BACA JUGA:Guna Atasi Pengangguran, Disnaker OKU Gelar Pelatihan
Pidana denda masing-masing Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan juga dijatuhkan kepada ketiganya.
Vonis pidana ini lebih rendah dari tuntutan jaksa Kejari Ogan Ilir yang meminta pidana 4 tahun penjara untuk setiap terdakwa.
Majelis hakim juga tidak sependapat dengan jerat pidana Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 UU nomor 20 tahun 2001 yang diajukan jaksa.
Darmawan Iskandar dan Idris dihukum pidana tambahan berupa wajib mengganti uang kerugian negara masing-masing Rp250 juta dan Rp100 juta.
Jika tidak sanggup membayar, mereka akan menjalani pidana tambahan 5 bulan dan 3 bulan penjara, secara berturut-turut.
BACA JUGA:Harlah NU ke-101 Tampilkan Berbagai Atraksi hingga Drama Kolosal
BACA JUGA:Dinas Pertanian OKU Timur Lakukan Gerakan Pengendalian OPT Serentak
Kasus ini berawal dari dana hibah senilai Rp19 miliar yang diperoleh Bawaslu Ogan Ilir dari APBD Ogan Ilir tahun anggaran 2019 dan 2020.
Hasil penyidikan menunjukkan adanya pertanggungjawaban fiktif atau mark-up terhadap pengelolaan dana hibah oleh para terdakwa.
Berdasarkan laporan hasil audit BPKP Sumatera Selatan, kerugian negara akibat perbuatan mereka mencapai Rp7,4 miliar. (seg)