DPR Sahkan Perubahan Ke-3 UU BUMN, Aturan Baru Soal Business Judgment Rule Disorot

--

Jakarta, HARIANOKUSELATAN – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan perubahan ke-3 Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) pada Selasa lalu. Seluruh fraksi menyetujui revisi ini tanpa ada penolakan.

Salah satu poin krusial dalam UU baru ini adalah penguatan prinsip business judgment rule, yang memberikan landasan hukum lebih jelas bagi direksi BUMN dalam pengambilan keputusan bisnis.

Perubahan ini juga memperkenalkan mekanisme baru dalam audit keuangan BUMN. Jika sebelumnya BUMN wajib diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kini pemeriksaan dapat dilakukan oleh kantor akuntan publik yang disetujui oleh BPK.

Keputusan ini menjadi jalan tengah atas perdebatan panjang terkait status keuangan BUMN yang selama ini dikategorikan sebagai aset negara yang dipisahkan.

BACA JUGA:Pemkab OKU Selatan Imbau Warga Buang Sampah pada Tempatnya

Selama ini, frasa "aset negara yang dipisahkan" dalam UU BUMN lama menimbulkan dua tafsir berbeda. Sebagian pihak berpendapat bahwa meskipun dipisahkan, aset BUMN tetap bagian dari keuangan negara dan harus diaudit BPK.

Di sisi lain, ada pandangan bahwa jika aset telah dipisahkan, maka seharusnya memiliki perlakuan berbeda dari keuangan negara yang tidak dipisahkan.

Perbedaan tafsir ini sering kali menjadi dasar dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat direksi BUMN. Kerugian yang terjadi akibat risiko bisnis kerap dianggap sebagai kerugian negara, bukan semata-mata akibat dinamika pasar.

BACA JUGA:Muskerkab PBSI Kabupaten OKU Selatan 2025: Rencanakan Program Kerja dan Persiapan Porprov

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa aset BUMN yang dipisahkan tetap merupakan aset negara.

Namun, dalam pemeriksaan keuangan BUMN, perlu mempertimbangkan prinsip business judgment rule, yakni kebijakan yang melindungi direksi dari tuntutan hukum selama keputusan bisnis diambil dengan itikad baik, penuh kehati-hatian, dan sesuai prinsip usaha yang sehat.

Sayangnya, dalam praktik hukum selama ini, prinsip tersebut kurang mendapat tempat dalam putusan pengadilan. Akibatnya, beberapa direksi BUMN tetap terseret kasus hukum dengan tuduhan merugikan keuangan negara.

BACA JUGA:Potensi Bitcoin ke US$ 300.000: Dampaknya pada Kripto Baru WallitlQ (WLTQ)

Dengan disahkannya perubahan ke-3 UU BUMN, diharapkan prinsip business judgment rule bisa lebih diakui dan diimplementasikan dalam pemeriksaan serta penegakan hukum terhadap direksi BUMN.

Namun, tantangan utama masih ada di lapangan—apakah aparat hukum dan pengadilan benar-benar akan mengadopsi prinsip ini dalam setiap kasus?

Kini, semua mata tertuju pada implementasi aturan baru ini. Apakah akan ada uji kasus yang membuktikan efektivitas business judgment rule? Ataukah masih akan ada direksi BUMN yang dijadikan contoh dalam tafsir lama yang merugikan mereka?

Tag
Share