Sidang Korupsi Rp495 Miliar: Terdakwa Bantah Tuduhan, Sebut Nama Baru yang Diduga Terlibat
Sidang kasus Korupsi IUP Batu Bara Lahat Rp495 M yang digelar Senin 18 November 2024. -Foto: Ist.-
PALEMBANG, HARIANOKUSELATAN.ID - Tiga terdakwa kasus korupsi Izin Usaha Pengelolaan (IUP) tambang batu bara senilai Rp495 miliar, yang melibatkan pengelolaan PT Andalas Bara Sejahtera, mengajukan keberatan terhadap dakwaan yang ditujukan kepada mereka. Dalam sidang yang digelar pada Senin, 18 November 2024, para terdakwa, melalui penasihat hukum mereka, membantah tuduhan yang dikenakan dan menyebut nama baru yang diduga terlibat dalam kasus ini, yakni Siti Zaleha.
Menurut Ghandi Arius, penasihat hukum terdakwa Misri, kliennya yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Lahat, memerintahkan Siti Zaleha dan Syaifullah untuk memverifikasi patok lahan perizinan batu bara. Hal ini memungkinkan PT ABS untuk melakukan kegiatan operasional pertambangan di luar wilayah yang telah diberikan izin. Ghandi juga menyatakan bahwa Siti Zaleha diduga menerima aliran dana terkait dengan proses ini, dan karena itu, seharusnya ia turut dijadikan terdakwa.
BACA JUGA:Ketua Golkar Kota Bandung Diperiksa KPK Terkait Dugaan Suap di Proyek APBD Bandung
BACA JUGA:Musim Hujan, BPBD OKUS Minta Warga Waspada Bencana
Penasihat hukum dari terdakwa Lepy Desmianti juga menyatakan hal serupa, mengungkapkan bahwa Siti Zaleha berperan dalam aliran dana yang masuk ke rekeningnya, saat menjabat sebagai Kasi Pengawasan dan K3L Distamben Lahat. Ia menilai bahwa dakwaan terhadap Lepy Desmianti seharusnya dibuktikan terlebih dahulu terhadap Siti Zaleha.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa Syaifullah Aprianto, Husni Chandra, menganggap dakwaan yang ditujukan kepada kliennya tidak sah, karena bertentangan dengan undang-undang yang mengatur tentang mineral dan batu bara serta lingkungan. Ia juga mempertanyakan jumlah kerugian negara yang disebutkan dalam dakwaan, yang menurutnya tidak jelas, dan melebihi rentang waktu yang sebenarnya terjadi pada tahun 2010 hingga 2014.
Atas keberatan ini, tim JPU meminta waktu satu minggu untuk menanggapi eksepsi tersebut, yang akan dibacakan pada sidang pekan depan. Sebelumnya, dalam dakwaan yang dibacakan, JPU menyebutkan adanya kerugian negara mencapai Rp495 miliar yang disebabkan oleh penerbitan IUP OP batu bara yang dikeluarkan oleh Bupati Lahat saat itu, Saifuddin Aswari Rivai.
BACA JUGA:Lapas Kelas IIB Muaradua Lakukan Mapenaling Tahanan Baru
BACA JUGA:Sisa Panen, Petani Kopi Harapkan Kenaikan Harga Kembali
Selain itu, JPU juga mengungkapkan aliran dana yang diterima oleh para terdakwa, baik dalam bentuk uang tunai maupun dolar, yang bersumber dari PT Andalas Bara Sejahtera. Di antaranya, terdakwa Endre Saifoel meminta bantuan untuk menukar uang rupiah menjadi dolar Amerika, yang digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk perjalanan ke Cina.
Sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan tanggapan dari JPU terhadap eksepsi yang diajukan oleh para terdakwa.