Fethullah Gulen, Musuh Bebuyutan Erdogan, Tutup Usia di Amerika Serikat
Tokoh Senior Turki Fethullah Gulen dikabarkan meninggal dunia di AS-Foto: Ist-
harianokuselatan.bacakoran.co, Salah satu ulama besar Turki sekaligus oposisi Presiden Recep Tayyip Erdogan, Fethullah Gulen, meninggal dunia di Amerika Serikat pada Minggu (20/10) waktu setempat.
Erdogan, yang dikenal sebagai musuh bebuyutannya, menyatakan akan tetap memburu para pengikut Gulen meski ulama sekaligus aktivis itu telah meninggal dunia.
Erdogan bahkan masih menyebutnya sebagai salah satu pengkhianat Turki.
"Para pengkhianat itu berusaha kabur dari pengadilan Turki berkat orang-orang yang melindungi mereka. Mereka kabur tanpa dimintai pertanggungjawaban atas darah para syuhada yang mereka tumpahkan," ujar Erdogan dalam siaran televisi Turki, seperti dikutip dari New Arab.
"Namun, mereka tidak akan bisa lolos dari pengadilan Ilahi," ia menambahkan.
Gulen pernah menjadi sekutu dekat Erdogan, namun kini menjadi musuh bebuyutan.
Erdogan pernah menuduh Gulen sebagai "otak" di balik kudeta 2016 terhadapnya melalui organisasi Hizmet yang berhasil diredam. Saat itu, Erdogan mengeklaim bahwa Gulen dan Hizmet telah bertanggung jawab dalam upaya kudeta terhadap dirinya. Erdogan juga menyebut organisasi tersebut seperti "kanker" yang kala itu mengganggu stabilitas politik di Turki.
Upaya kudeta terhadap Erdogan sebagai Presiden Turki pada 2016 dilaporkan telah menewaskan sekitar 250 orang. Selain itu, percobaan kudeta ini juga membuat Turki dilanda kerusuhan di mana-mana.
BACA JUGA:Momen Terakhir Yahya Sinwar: Rekaman Drone Israel Ungkap Kematian Pemimpin Hamas
Usai gagal melakukan kudeta, organisasi Hizmet yang dipimpin Gulen pun dibubarkan oleh pemerintah Turki. Selain itu, ratusan sekolah, media, dan perusahaan yang diduga berafiliasi dengan organisasi tersebut juga ikut ditutup.
Meski dituding terlibat, Gulen menyangkal bahwa dirinya menjadi dalang dalam upaya kudeta Presiden Turki pada 2016. Ia menilai tuduhan tersebut sebagai tuduhan tidak berdasar yang telah menurunkan martabat dan harga dirinya.
Selain itu, Gulen juga sangat mengutuk upaya kudeta tersebut. "Sebagai seseorang yang menderita berbagai kudeta militer selama lima dekade terakhir, sungguh menghina dituduh memiliki hubungan apa pun dengan upaya semacam itu," kata Gulen, dilansir The Strait Times.
Gulen sendiri sudah berada di AS untuk melakukan perawatan medis sejak lama. Namun, ia menolak pulang ke Turki karena menghindar dari upaya penyelidikan pemerintah terhadap kasus kudeta 2016.(Win)