Korban Pencabulan Ritual Kuda Lumping Bertambah Jadi 2 Orang
Wakapolres Mura Kompol Harsono memimpin rilis kasus pencabulan oleh keluarga kelompok kuda lumping pimpinan tersangka Tumin. Terkuak fakta baru, korbannya ternyata 2 orang. -Foto: Zulqarnain/Sumeks.-
MUSI RAWAS, HARIAN OKU SELATAN - Kasus pencabulan yang terjadi dalam ritual penglaris jaranan kuda kepang di Kabupaten Musi Rawas (Mura) menunjukkan adanya tambahan korban, tidak hanya satu orang seperti yang sebelumnya dilaporkan.
Ternyata, korban pencabulan tersebut tidak hanya siswi SMP berinisial C (14) yang telah digauli sebanyak 4 kali, tetapi juga ada satu korban lagi berinisial K.
Tersangka dalam kasus pencabulan ini bukan hanya Tumin (67), pemimpin kelompok kuda lumping, tetapi juga melibatkan istri dan kedua anaknya, yaitu Tugirawati alias Wati (38), Bambang (20), dan Desi Yunitasari alias Yuni (26). Mereka memiliki peran berbeda dalam kasus ini.
Menurut tersangka Tumin, ritual untuk bergabung dengan kelompok kuda lumping yang dipimpinnya melibatkan mandi bunga kembang dalam kondisi telanjang, yang dibantu oleh istri dan putrinya.
BACA JUGA:Akselarasi Penerapan SPBE, Pemkab OKU Selatan Study ke OI
BACA JUGA:Pemkab OKU Selatan Gelar Penyusunan Sakip
Setelah mandi, Tumin melanjutkan untuk menyetubuhi korban sebagai bagian dari ritual penglaris jaranan kuda lumping.
Tersangka Tumin mengklaim bahwa ritual ini merupakan syarat ilmu kebatinan yang dimilikinya, untuk mempertajam ilmu kebatinan dan mengatasi pesaing dalam bidang tersebut. Dia mengaku tidak memiliki penyimpangan seksual dan memiliki tiga orang istri.
Kapolres Mura AKBP Andi Supriadi SIK MH menyatakan bahwa keempat tersangka telah ditahan dan kasus ini melibatkan persetubuhan anak di bawah umur yang melibatkan satu keluarga. Kasus ini ditangani oleh penyidik dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polres Mura.
BACA JUGA:Perpisahan, Siswa IX Dibekali Akhlak
BACA JUGA:Dana Proyek Tak Kunjung Cair, Para Kontraktor Menjerit
Tersangka Tumin dan Bambang, yang melakukan persetubuhan terhadap korban, dijerat dengan Pasal 81 UU RI No 17/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 01/2016 tentang Perubahan Kedua UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, jo Pasal 332 KUHP. Ancaman pidananya adalah paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Sementara itu, tersangka Tugirawarti dan Desi Yunitasari alias Yuni dijerat dengan Pasal 56 KUHP jo Pasal 81 jo Pasal 76 D UU RI No 17/2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti UU No 01/2016 tentang Perubahan Kedua UU RI No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Ancamannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Kasus ini menunjukkan adanya kejahatan yang melibatkan praktik spiritual atau kepercayaan yang disalahgunakan untuk melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. (*)