Kejati Sumsel Cium Praktik Mafia Tanah di Lahan Reklamasi Jakabaring, 27 Saksi Sudah Diperiksa
PALEMBANG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan terus menunjukkan keseriusan dalam membongkar praktik mafia tanah yang selama ini menjadi momok di sektor pertanahan.
Di bawah kepemimpinan Dr. Yulianto, S.H., M.H., Kejati kini menyoroti delapan titik lahan reklamasi di kawasan Jakabaring, Kota Palembang, yang diduga kuat telah dikuasai oleh jaringan mafia tanah.
BACA JUGA:Sidang Kasus Fee Pokir OKU: Bupati Teddy Meilwansyah Jadi Saksi Kunci di Tipikor Palembang
BACA JUGA:Gegara Serobot Isi BBM, Sopir Angdes di Banyuasin Tewas Ditembak
Fokus pada Dugaan Korupsi dan Pemalsuan Dokumen
Dalam pemaparan capaian kinerja di Griya Agung, Senin (20/10/2025), Kajati Yulianto menyampaikan bahwa penyelidikan Kejati Sumsel saat ini menitikberatkan pada dugaan tindak pidana korupsi dan pemalsuan dokumen kepemilikan aset milik Pemerintah Provinsi Sumsel.
Salah satu lokasi yang menjadi perhatian khusus adalah lahan pembangunan Rumah Sakit (RS) Adhyaksa, yang berada di belakang kantor Kejati Sumsel.
“Total ada delapan titik lokasi yang sedang kami selidiki. Salah satunya di area pembangunan RS Adhyaksa. Dugaan korupsinya berkaitan dengan manipulasi data kepemilikan lahan milik pemerintah provinsi,” jelas Yulianto.
Kasus ini bermula dari laporan Badan Aset Daerah yang menemukan kejanggalan dalam dokumen kepemilikan tanah di kawasan reklamasi Jalan Gubernur H. Bastari, Jakabaring, yang bermasalah sejak akhir 1980-an hingga awal 1990-an.
Dari hasil penyelidikan awal, Kejati telah memeriksa 27 saksi, termasuk saksi ahli di bidang keuangan negara.
“Hasil keterangan ahli menguatkan bahwa perkara ini masuk ranah tindak pidana korupsi, bukan sekadar sengketa tanah,” tegas Yulianto.
BACA JUGA:Pemkab OKU Selatan Targetkan Zero Angka Kematian Pada Ibu Hamil
Ribuan Hektare Aset Diduga Dikuasai Mafia Tanah
Dari hasil penelusuran tim intelijen Kejati Sumsel, diketahui bahwa total aset tanah milik Pemprov Sumsel di wilayah reklamasi Jakabaring mencapai sekitar 2.100 hektare.
Namun, sebagian besar di antaranya kini diduga telah beralih ke tangan jaringan mafia tanah melalui cara-cara manipulatif.