Kasus Korupsi LRT Sumsel Kian Panas, Nama Petinggi BUMN Muncul di Persidangan
PALEMBANG - Kasus dugaan korupsi proyek Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan kembali menjadi perhatian publik. Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Kamis (16/10/2025), jaksa penuntut umum mengungkap sejumlah fakta baru yang menyeret nama Muhammad Choliq, mantan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk, yang kini diketahui menjabat sebagai Komisaris PT Semen Indonesia.
Nama Choliq disebut dalam dakwaan terhadap Prasetyo Boeditjahjono, mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, yang diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi hingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp74 miliar lebih.
BACA JUGA:Cegah Korupsi Dana BOS, Kejari OKU Selatan Beri Penerangan Hukum ke Sekolah
BACA JUGA:BPK Temukan Kelebihan Bayar di KPU Banyuasin Rp106 Juta, Nota dan Kwitansi Tak Valid
Instruksi Mencurigakan di Balik Proyek Triliunan Rupiah
Dalam pembacaan dakwaan, jaksa Syaran Jafidzhan, SH, MH menjelaskan bahwa pada awal tahun 2016, setelah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2015 tentang percepatan pembangunan LRT di Sumatera Selatan, Muhammad Choliq diduga memberi instruksi langsung kepada bawahannya untuk menyiapkan sejumlah dana dari proyek tersebut.
Instruksi itu disampaikan kepada Ir. Tukijo, pejabat PT Waskita Karya yang kini sudah divonis dalam perkara yang sama. Dana tersebut kemudian disebut diserahkan kepada Prasetyo Boeditjahjono selaku pejabat pelaksana proyek di Kementerian Perhubungan.
Perintah tersebut kemudian diteruskan ke dua pejabat lainnya di PT Waskita Karya, yaitu Ir. IGN Joko Hermanto dan Ir. Pius Sutrisno, yang saat itu menjabat sebagai wakil kepala divisi. Dari sinilah, dugaan adanya pengaturan dan kesepakatan tersembunyi mulai terkuak di hadapan majelis hakim.
BACA JUGA:Eks Dirjen Perkeretaapian Didakwa Rugikan Negara Rp74 Miliar dalam Kasus Korupsi LRT Sumsel
BACA JUGA:Wabup Misnadi Tekankan Pentingnya Menanamkan Nilai Qur’ani Sejak Dini
Proses Pengadaan Sarat Manipulasi dan Fee Proyek
Jaksa juga mengungkapkan bahwa dalam proses pemilihan penyedia jasa, Prasetyo Boeditjahjono diduga melanggar ketentuan hukum dengan menetapkan PT Perentjana Djaja sebagai pelaksana proyek tanpa melalui mekanisme tender resmi.
Lebih lanjut, ditemukan adanya perjanjian tidak resmi atau “pengkondisian” terkait pembagian fee antara PT Perentjana Djaja dengan PT Waskita Karya. Selain itu, beberapa item pekerjaan yang tercantum dalam kontrak ternyata tidak pernah dikerjakan, namun tetap dilakukan pembayaran penuh.
“Akibat penyalahgunaan kewenangan tersebut, proyek strategis nasional ini menimbulkan kerugian negara hingga Rp74.055.156.050 berdasarkan hasil audit lembaga berwenang,” ujar jaksa dalam persidangan.
BACA JUGA:Satlantas Polres OKUS Didik Siswa SD IT Insan Mulia Jadi Pelopor Keselamatan Lalu Lintas
BACA JUGA:Dinas PPPAPPKB OKUS Petakan Arah Pembangunan Penduduk Lewat PJPK/GDPK