Baca Koran harianokuselatan Online - Harian Oku Selatan

Politik pangan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat

--

LOMBA MEWARNAI

Jakarta --Pangan adalah soal hidup matinya bangsa." (Bung Karno, 1952)

 

Politik pangan selalu menjadi cermin arah sebuah pemerintahan apakah kebijakan yang diambil berpihak kepada rakyat kecil atau sekadar menuruti mekanisme pasar.

 

Pada awal masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, publik menaruh harapan besar agar konsep kedaulatan pangan tidak berhenti di tataran retorika, tetapi hadir sebagai strategi konkret yang menyejahterakan petani dan menjamin ketenangan konsumen. Harapan besar ini masih terpelihara dalam ingatan publik dengan baik hingga saat ini.

 

Dalam sektor pangan, Indonesia sebenarnya sudah memiliki dua pilar kelembagaan penting yaitu Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Bulog berperan sebagai pelaksana logistik dan pengelola cadangan beras pemerintah (Government Rice Reserve), sementara Bapanas menjadi perancang kebijakan sekaligus pengendali sistem pangan lintas komoditas. Keduanya ibarat “otot dan otak” yang menopang tubuh tata kelola pangan nasional.

 

 

Jika menengok ke belakang, pada masa Orde Baru stabilitas pangan menjadi fondasi utama stabilitas sosial nasional. Pemerintah saat itu berhasil menjaga keseimbangan antara harga gabah yang layak, ketersediaan beras yang cukup, dan kepercayaan publik terhadap negara.

 

Namun kini situasinya jauh lebih rumit. Dunia tengah berhadapan dengan perubahan iklim yang ekstrem, ketegangan geopolitik antarnegara produsen beras di Asia, serta fluktuasi nilai tukar yang berimbas langsung terhadap pasar pangan domestik.

 

Karena itu, politik pangan di era Prabowo tak bisa lagi berlandaskan pada logika lama yang mengukur keberhasilan dari seberapa besar stok beras di gudang, melainkan harus bergeser menuju politik presisi, yakni sistem tata kelola berbasis data, efisiensi operasional, dan keterbukaan informasi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan