Tersedia nasi tumpeng lengkap dengan pendampingnya seperti gudangan dan ingkung ayam, sesepuh desa kemudian memimpin tahlil dan doa. Setelah rangkaian kenduri dilaksanakan maka diakhiri dengan makan-makan bersama sebagai wujud syukur kepada Tuhan.
Sekilas tradisi ruwahan ini mirip dengan ziarah kubur, namun makna filosofinya lebih kompleks. Selain dilakukan secara kolektif melibatkan warga satu kampung, warga yang merantau pun kadang juga menyempatkan diri untuk pulang.
Bagi masyarakat Jawa, tradisi ruwahan merupakan wujud penghormatan dan balas budi kepada arwah leluhur. Tradisi ini juga merupakan bentuk penyucian diri sebelum memasuki bulan Pasa (Ramadhan), saat umat islam menjalankan ibadah puasa.
Ruwahan juga merupakan momentum bagi orang tua menjelaskan kepada anak cucunya tentang siapa leluhur mereka. Agar generasi selanjutnya selalu ingat kepada leluhurnya dan tradisi ruwahan tetap dilestarikan.(*)