HARIANOKUSELATAN.ID – Tokenisasi aset dinilai akan menjadi pilar utama dalam ekosistem keuangan dunia. Proyeksi menunjukkan nilai pasar ini akan melonjak drastis, dari sekitar US$300 miliar pada 2022 menjadi US$10 triliun pada 2030.
Christopher Louis Tsu, CEO Venom Foundation, menegaskan bahwa tren ini sudah mulai terlihat di berbagai belahan dunia. Beberapa lembaga besar seperti BlackRock, Franklin Templeton, hingga UBS telah menerbitkan obligasi maupun saham dalam bentuk token. Bahkan, dana pasar uang yang ditokenisasi sudah menembus US$1 miliar pada kuartal pertama 2024.
BACA JUGA:Kenapa Tak Banyak Merek Motor Listrik Ikut IMOS 2025?
BACA JUGA:Honda Supra GTR Terbaru Tampang Mirip Fireblade, Harga Mulai Rp 28 Jutaan
Pendekatan Berbeda
Menurut Tsu, Venom Foundation menghadirkan pendekatan yang unik dengan membangun programmable compliance langsung di lapisan protokol blockchain. Dengan cara ini, aset yang ditokenisasi bisa otomatis menyesuaikan aturan di berbagai yurisdiksi, mulai dari Singapura, Thailand, hingga negara berkembang lainnya.
“Tokenisasi adalah transformasi besar dalam cara kita berinteraksi dengan aset. Jika SWIFT diibaratkan sebagai surat pos yang andal tapi lambat dan mahal, maka tokenisasi adalah era surat elektronik dalam keuangan: cepat, efisien, dan mudah diakses,” ujar Tsu kepada Blockchainmedia.id.
BACA JUGA:Moto Pad 60 Pro Resmi Meluncur di Indonesia: Tablet Profesional Rp 6 Jutaan
BACA JUGA:ASUS Vivobook 14 (A1407QA), Laptop AI Terjangkau untuk Pengguna Sehari-hari
Wall Street, Asia, dan Regulasi
Gelombang tokenisasi juga melanda Wall Street. J.P. Morgan melalui JPM Coin telah memproses lebih dari US$1 miliar transaksi harian bagi klien institusional. Sementara Goldman Sachs dengan platform aset digitalnya mencatat transaksi miliaran dolar.
Efisiensi menjadi alasan utama lembaga besar beralih. Jika transaksi sekuritas tradisional butuh dua hingga tiga hari untuk penyelesaian, aset tokenisasi berbasis blockchain bisa diselesaikan hanya dalam hitungan menit.
Di kawasan Asia, inovasi semakin berkembang pesat. Singapura lewat Otoritas Moneter menghadirkan regulasi matang untuk aset digital. Hong Kong, Thailand, dan Uni Emirat Arab pun meluncurkan aturan serupa demi menarik investasi global. Venom Foundation sendiri aktif mengembangkan infrastruktur blockchain di Asia, termasuk proyek tokenisasi obligasi hingga pembiayaan infrastruktur.
Peluang di Negara Berkembang
Tsu menilai negara berkembang menyimpan potensi besar. Keterbatasan pasar modal tradisional ditambah dengan penetrasi smartphone yang tinggi membuat masyarakat lebih mudah mengakses instrumen keuangan berbasis token.
“Tokenisasi bisa mendorong inklusi keuangan. Seorang petani di Filipina atau pelaku usaha kecil di Nigeria bisa berinvestasi atau memperoleh pembiayaan melalui instrumen ini,” jelasnya.
BACA JUGA:5 Fitur yang Dikorbankan Demi Tipisnya iPhone Air
BACA JUGA:Cara Mendapatkan Skin Kaiju No.8 di PUBG Mobile