DPR RI Tak Tinggal Diam, Aplikator Wajib Punya Dasar Hukum Pungut Uang!

Sabtu 14 Jun 2025 - 21:22 WIB
Reporter : Christian Nugroho
Editor : Christian Nugroho

JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, angkat bicara mengenai praktik pemungutan biaya tambahan oleh perusahaan aplikasi transportasi online. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada pungutan tanpa dasar hukum yang sah, meski praktik itu dianggap “wajar” oleh pelakunya.

“Negara kita adalah negara hukum, bukan negara kebiasaan. Hanya karena hal itu dianggap lumrah, bukan berarti diperbolehkan untuk memungut uang secara besar-besaran tanpa landasan hukum,” ujar Adian dalam keterangan tertulis, Jumat (13/6/2025).

Sorotan Usai Konferensi Pers Menhub dan Aplikator

Pernyataan Adian muncul setelah konferensi pers gabungan antara Menteri Perhubungan dan perwakilan aplikator pada 19 Mei lalu. Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa konsumen dibebankan biaya di luar potongan 20 persen yang dikenakan kepada pengemudi.

BACA JUGA:Sebar Berita Bohong dan Tanpa Konfirmasi, Dewan Pers Hukum 9 Media di Kepri

BACA JUGA:Galaxy Tab S11 Ultra Tampil di Geekbench, Pakai Dimensity 9400 Plus dan Android 16

Biaya tambahan yang dimaksud di antaranya adalah:

Biaya layanan aplikasi (platform fee)

Biaya perjalanan aman

Biaya hijau (green fee)

Ketiga biaya ini tidak diambil dari bagian pengemudi, melainkan ditambahkan ke tagihan penumpang.

Hitungan Kasar Potensi Pendapatan Aplikator

Adian mencoba menggambarkan potensi pendapatan yang dikumpulkan dari pungutan tersebut. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam forum diskusi dengan Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI, saat ini terdapat sekitar 7 juta pengemudi transportasi online di Indonesia.

BACA JUGA:Pisah Jalan, Fadia dan Dejan Resmi Dipisah, PBSI Ungkap Alasannya

BACA JUGA:AFC Dituding Curang, Oman Ancam Mundur Dari round 4 kualifikasi Pialas Dunia 2026

Jika diasumsikan setiap pengemudi hanya melayani satu perjalanan per hari, maka jumlah penumpang yang terkena biaya tambahan juga mencapai 7 juta orang per hari.

“Jika setiap pengguna dikenakan rata-rata Rp3.500 per perjalanan, maka dalam sehari perusahaan aplikator bisa meraup sekitar Rp24,5 miliar. Kalau dihitung dalam setahun, jumlahnya mencapai hampir Rp9 triliun,” jelas Adian.

Ia mengakui bahwa perhitungan tersebut masih berupa estimasi kasar, karena perusahaan aplikator belum membuka data rinci mereka kepada publik maupun DPR.

BACA JUGA:Gempuran Dahsyat Iran, Tel Aviv Porak Poranda dan Puluhan Warga Israel Tewas

BACA JUGA:Polisi Bongkar Grup WA Gay Surabaya, Admin dan Anggota Diciduk

Dorongan Transparansi dan Keadilan

Legislator dari Dapil Jawa Barat V itu mendesak agar dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) mendatang, pihak aplikator menyampaikan data dan justifikasi resmi terkait pungutan yang diberlakukan.

“Selama ini publik hanya disuguhi istilah-istilah normatif seperti ‘biaya kelumrahan’, tanpa kejelasan dasar hukum dan transparansi dana,” tambahnya.

Menurut Adian, jika pungutan resmi yang sudah diatur dalam hukum ditambah dengan pungutan yang disebut “lumrah” tersebut, maka potensi pendapatan perusahaan aplikator bisa sangat luar biasa besar.

“Angka yang diperoleh aplikator bisa jauh lebih fantastis dari yang kita kira, dan ini harus diawasi. Kita tidak boleh membiarkan pemungutan dana dari rakyat tanpa akuntabilitas,” pungkasnya.

 

Kategori :