Kasus Korupsi Tanah Rorotan: KPK Periksa Pejabat BPKAD Terkait PMD
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang saksi terkait dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan Jakarta Utara. -Foto: Ayu Novita.-
JAKARTA, HARIANOKUSELATAN.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang pejabat terkait dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Jakarta Utara. Pemeriksaan ini dilakukan terkait penyertaan modal daerah (PMD) pada anggaran Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tahun 2019.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan bahwa saksi yang diperiksa adalah AED, yang didalami terkait pengajuan PMD dalam anggaran PPSJ. Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih pada Selasa, 15 Oktober 2024. Berdasarkan informasi yang dihimpun, saksi tersebut adalah Asep Erwin Djuanda, Kepala Bidang Pembinaan dan Pembiayaan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
BACA JUGA:Divonis 12 Tahun Penjara, Eks Mentan SYL Ajukan Kasasi
BACA JUGA:ICW Ungkap 59 Terdakwa Korupsi Divonis Bebas
Sebelumnya, KPK juga mendalami proses penilaian tanah yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Wahyono Adi dan rekan lainnya. KPK telah menetapkan lima tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan tanah ini, yang terjadi pada periode 2019-2020.
Para tersangka yang ditahan antara lain adalah Yoory Cornelis Pinontoan (Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya), Indra S. Arharrys (Senior Manager Divisi Usaha), Donald Sihombing (Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada), Saut Irianto Rajagukguk (Komisaris PT Totalindo), dan Eko Wardoyo (Direktur Keuangan PT Totalindo).
BACA JUGA:AHY Bongkar Mafia Tanah Bekasi, Kerugian Capai Rp7,9 Miliar
BACA JUGA:Berikut 49 Nama Calon Menteri dan Wakil Menteri yang akan Mengisi Kabinet Prabowo-Gibran
Kasus ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp223 miliar, yang berasal dari selisih antara pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo dari Perumda Sarana Jaya sebesar Rp371 miliar dan harga transaksi riil dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.