Kenaikan Bitcoin Bebarengan dengan Penguatan Dolar AS, Ada Apa?

Cryptoharian – Bitcoin (BTC) telah mencatat kenaikan sebesar 2,4% sejak menyentuh level support di US$ 59.900 pada 3 Oktober.-Foto ;ist-

HARIANOKUSELATAN.ID   -  Cryptoharian – Bitcoin (BTC) telah mencatat kenaikan sebesar 2,4% sejak menyentuh level support di US$ 59.900 pada 3 Oktober. Kenaikan ini terus berlanjut meskipun sempat menghadapi resistensi di angka US$ 62.000.

Beberapa faktor besar dalam ekonomi global menjadi pendorong utama, termasuk data ketenagakerjaan di Amerika Serikat, rencana stimulus ekonomi Jepang, dan kekhawatiran mengenai kondisi keuangan di Amerika.

Saat ini, meskipun ekonomi Amerika mengalami pertumbuhan pesat, terdapat kekhawatiran mengenai kondisi fiskalnya. Di sisi lain, dolar AS melonjak ke level tertinggi dalam 50 hari terhadap mata uang utama seperti euro, poundsterling, dan yen Jepang.

Fenomena Aneh: Dolar AS dan Bitcoin Naik Bersama

Satu hal menarik adalah bahwa biasanya ketika dolar AS menguat, harga Bitcoin cenderung turun. Namun, kali ini kedua aset tersebut justru mengalami kenaikan bersamaan, yang merupakan fenomena langka. Salah satu teori yang dapat menjelaskan situasi ini adalah “Teori Milkshake,” yang menyebutkan bahwa dolar Amerika sedang menyerap likuiditas global

Dengan suku bunga yang lebih tinggi dan ekonomi yang kuat, Amerika menarik banyak modal dari negara lain. Di sisi lain, investor mulai melihat Bitcoin sebagai aset alternatif untuk mengamankan kekayaan mereka.

Data ekonomi Amerika yang lebih baik dari perkiraan juga berkontribusi pada penguatan dolar dan Bitcoin. Pada 4 Oktober, laporan ketenagakerjaan menunjukkan adanya tambahan 254.000 pekerjaan baru di Amerika selama bulan September, jauh di atas perkiraan para ekonom. Kekuatan ekonomi AS ini semakin memperkuat posisi dolar.

Potensi Inflasi dan Bitcoin Sebagai Aset Pelindung

Di tengah ketidakpastian ekonomi global, harga minyak juga melonjak 9% akibat konflik di Timur Tengah. Kenaikan harga ini diprediksi akan memicu biaya transportasi dan logistik, berpotensi memicu inflasi global.

Jika kondisi ini berlanjut, pemerintah mungkin perlu menyuntikkan lebih banyak uang ke pasar, yang bisa mendukung kenaikan harga Bitcoin.

Namun, kenaikan Bitcoin bisa diatasi oleh fenomena yang dikenal sebagai flight to safety, di mana investor lebih memilih memegang uang tunai atau berinvestasi di perusahaan besar yang dianggap aman di tengah krisis. Selain itu, imbal hasil obligasi AS yang terus meningkat membuat instrumen utang seperti obligasi kurang menarik bagi investor, mendorong mereka untuk beralih ke aset lain yang lebih aman, termasuk saham teknologi besar.

Pandangan Investor

Investor terkenal, Stanley Druckenmiller, menyatakan kekhawatirannya bahwa The Fed mungkin terjebak dalam situasi sulit untuk menurunkan suku bunga karena kekuatan ekonomi Amerika.

"15 hingga 20 persen dari portofolio saya investasikan pada peningkatan imbal hasil obligasi Amerika, yang menunjukkan banyak investor khawatir tentang instrumen utang tradisional," ungkap Druckenmiller.

Kekhawatiran tentang sistem keuangan Amerika semakin meningkat, terutama terkait penggunaan perjanjian Repo oleh The Fed. Perjanjian ini memungkinkan lembaga keuangan menukar obligasi dengan uang tunai dalam situasi darurat untuk menjaga likuiditas pasar tanpa intervensi langsung.

Namun, beberapa analis berpendapat bahwa meningkatnya penggunaan repo menunjukkan bahwa The Fed memiliki ruang terbatas untuk menambah likuiditas di masa depan.(arl)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan